Sri Mulyani Persilakan Investor Asing Masuk Industri Asuransi Syariah

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan komitmen Indonesia pada protokol ke-7 ini tidak menambah akses pasar. Indonesia hanya memperjelas komitmen terkait akses pasar industri asuransi umum yang tak hanya mencakup asuransi konvensional, tetapi juga syariah.
5/10/2020, 14.16 WIB

Pemerintah meminta Dewan Perwakilan Rakyat untuk meratifikasi protokol ketujuh jasa keuangan ASEAN Framework Agreement on Services. Protokol ketujuh AFAS ini mempertegas komitmen Indonesia untuk memperluas akses pasar bagi investor negara ASEAN di industri asuransi umum, mencakup konvensional dan takaful atau syariah. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan komitmen Indonesia pada protokol ke-7 ini tidak menambah akses pasar. Indonesia hanya memperjelas komitmen terkait akses pasar industri asuransi umum yang tak hanya mencakup asuransi konvensional, tetapi juga syariah. 

"Melalui komitmen protokol ke-7 ini, Indonesia menegaskan pemberian izin bagi investor ASEAN untuk membuka jasa asuransi umum baik konvensional maupun syariah dengan batas kepemilikan asing sesuai peraturan perundang-undangan yaitu 80%," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (5/10).

Batasan kepemilikan asing pada asuransi sudah termuat dalam tersebut sesuai Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang perasuransian dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2020. Protokol ketujuh AFAS, menurut dia, tak mewajibkan negara anggota untuk mengubah peraturan perundang-undangan. 

"Kita tidak perlu melakukan perubahan peraturan dengan adanya komitmen protokol ketujuh jasa keuangan AFAS ini," kata  dia

 Ia menyebut protokol ketujuh jasa keuangan AFAS telah diteken para  Menteri Keuangan ASEAN sejak 23 Juni 2016.  Ada beberapa manfaat jika protokol ketujuh AFAS disahkan.

Pertama, memberikan dampak positif bagi pengembangan industri asuransi umum syariah Indonesia. Dampak positif yang dimaksud yakni meningkatkan akumulasi modal untuk pengembangan industri asuransi umum syariah hingga mendorong alih teknologi untuk peningkatan kualitas SDM dan inovasi produk.

Kedua, memperluas kapasitas industri asuransi dalam menyediakan upaya perlindungan bagi rumah tangga, pemerintah, dan pelaku usaha. Ketiga, meningkatkan kontribusi industri asuransi dalam upaya pendalaman pasar keuangan.

Keempat, membuka kesempatan bagi penyedia jasa keuangan Indonesia untuk mengakses industri jasa keuangan ASEAN. "Tentu kalau industri asuransi kita menjadi kuat kita tentu mempunyai hak yang sama untuk penetrasi di negara lain," ujarnya.

Kelima, mendukung implementasi pemisahan unit usaha asuransi syariah atau spin off menjadi eprusahaan asuransi syariah alias full fledged. Spin off ditujukan untuk pengembangan kapasitas perusahaan dan industri syariah dengan mewajibkan unit usaha syariah membentuk perusahaan full syariah dengan minimal ekuitas sebesar Rp 50 miliar.

 Selain itu, hal tersebut ditujukan untuk membuka kesempatan penyedia jasa asuransi domestik untuk berkolaborasi dengan penyedia jasa asuransi ASEAN di dalam memenuhi kebutuhan modalnya. "Jadi ini juga untuk mempercepat dan mengakselerasi," kata Sri Mulyani.

Anggota Komisi XI DPR Didi Irawadi Syamsuddin mengatakan protokol AFAS  hingga kini belum optimal manfaatnya bagi kepentingan nasional RI. "Prinsip resiprokal yang adil dan menguntungkan bagi Indonesia ini masih kurang berjalan dengan baik," ujar Didi dalam kesempatan yang sama.

Ia mencontohkan, pembukaan kantor bank domestik di Singapura dan Malaysia yang masih sulit. Demikian pula dengan penempatan staf WNI di beberapa negara ASEAN.

Didi menilai hal-hal sederhana tersebut harus dipastikan dan dijamin oleh negara yang telah bekerja sama dengan RI. Apalagi, Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di Asia Tenggara. "Jadi jangan sampai protokol ini berjalan tetapi kepentingan nasional tidak dipikirkan," kata dia.

Indonesia merupakan salah satu penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi ASEAN dalam empat tahun terakhir seperti terlihat dalam databoks di bawah ini. 

Anggota Komisi XI DPR Masinton Pasaribu mengingatkan agar pemrintah tidak membuka keran yang terlalu besar untuk pasar keuangan. Alasannya, Indonesia selama ini lebih banyak dimanfaatkan daripada memanfaatkan protokol AFAS.

Dia pun menuturkan bahwa protokol kelima AFAS saja belum memberi dampak signifkan kepada bangsa. Adapun protokol itu mengenai izin tinggal warga ASEAN di Tanah Air. "Penerimaan negara bukan pajak kita justru menurun, tidak ada dampak dari protokol itu sedangkan orang asing semakin leluasa disini," ujar Masinton.

Sebelumnya, pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN baru saja diselenggarakan secara virtual pada Jumat (2/10). Secara umum, rangkaian keseluruhan pertemuan membahas penguatan kerjasama ekonomi dan keuangan, dengan penekanan diskusi pada agenda membangun ketahanan dan mendorong pemulihan ekonomi kawasan yang terdampak pandemi Covid-19.

Dalam pertemuan tersebut, Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia, memimpin beberapa inisiatif kerjasama, khususnya dalam kapasitas Indonesia sebagai chair kelompok kerja pengembangan pasar modal, dengan prioritas kerjasama utama meliputi pembiayaan infrastruktur dan pembiayaan berkelanjutan.

Reporter: Agatha Olivia Victoria