Daftar Emiten Backdoor Listing: Dari Peter Sondakh hingga Salim Group

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
Sejumlah pelaku perbankan dan pasar modal mengikuti vaksinasi COVID-19 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (31/3/2021).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
17/9/2021, 13.39 WIB

Nasib saham Rimo saat ini di Bursa Efek Indonesia, tidak jauh berbeda dengan saham AirAsia. Sejak 11 Februari 2020, perdagangan saham Rimo dihentikan oleh Bursa atas perintah dari Otoritas Jasa Keuangan. Harga saham Rimo di pasar saham Rp 50 per saham atau masuk jajaran saham gocap.

PT Hanson International Tbk (MYRX)

Perusahaan yang juga dijadikan target backdoor listing masih berhubungan dengan Benny Tjokrosaputro, yaitu PT Hanson International Tbk (MYRX). Bentjok, sapaan akrabnya, memiliki saham MYRX setelah memberikan pinjaman senilai Rp 408,8 miliar pada 2011, namun perusahaan tidak mampu membayar. Sehingga utang tersebut dikonversi menjadi saham.

Aksi korporasi backdoor listing terjadi pada akhir November 2013, dimana MYRX mengakuisisi 99,99% saham PT Mandiri Mega Jaya yang merupakan perusahaan properti milik Bentjok, dengan nilai mencapai Rp 4 triliun. Dengan begitu, Mandiri Mega Jaya secara tidak langsung melantai di Bursa tanpa melalui skema IPO.

Dana yang digunakan MYRX untuk akuisisi Mandiri Mega Jaya berasal dari penerbitan saham baru alias rights issue. Berdasarkan prospektusnya, Hanson menerbitkan saham baru senilai Rp 4,59 triliun yang berasal dari penerbitan 8,36 miliar saham dengan harga penawaran Rp 550 per saham. Dalam aksi korporasi tersebut, yang bertindak sebagai pembeli siaga adalah Odyssey Asia Fund.

Sejak perdagangan 16 Januari 2020, saham MYRX disuspensi oleh BEI. Ini dilakukan setelah pengakuan perusahaan bahwa sudah terjadi gagal bayar pinjaman individu. Harga saham MYRX sebelum dibekukan ada di harga Rp 50 per saham.

 PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT)

Daftar emiten selanjutnya yang dijadikan sasaran backdoor listing adalah PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT) yang sebelumnya bernama PT BW Plantation Tbk. Aksi korporasi ini bermula dari langkah pebisnis Peter Sondakh melalui PT Rajawali Capital Internasional yang mengakuisisi 51% saham BW Plantation pada 2014.

Masuknya Peter Sondakh ke BW Plantation dilakukan melalui penerbitan saham baru alias rights issue. Kala itu, perusahaan mampu meraup dana Rp 11 triliun karena menawarkan harga saham baru Rp 400 per saham.

Dana dari penerbitan saham baru itu lantas digunakan BW Plantation untuk mengakuisisi Group Green Eagle milik Peter Sondakh dengan nilai transaksi Rp 10,53 triliun. Nilai tersebut terdiri dari ekuitas Rp 8,52 triliun dan utang Rp 2 triliun.

Harga saham emiten berkode BWPT di pasar saham pada penutupan perdagangan 16 September 2021, di harga Rp 74 per saham. Dibandingkan dengan harga saham saat IPO pada 27 Oktober 2009, harga saham BWPT tercatat turun 86,54%.

PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET)

Entitas Salim Group juga melakukan backdoor listing PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) melalui PT Dyviacom Intrabumi Tbk. Bermula dari langkah rights issue DNET pada 2013, di mana perusahaan melepas sebanyak 14 miliar saham dengan harga penawaran Rp 500 per saham. Alhasil, perusahaan mampu meraup dana Rp 7 triliun.

Dana hasil penerbitan saham baru ini digunakan oleh DNET untuk mengakuisisi dua perusahaan yang sudah listing di Bursa, yaitu PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) yang merupakan pengelola waralaba Kentucky Fried Chicken (KFC) dengan kepemilikan 35,85% senilai Rp 1,99 triliun. Lalu, mengakuisisi PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI) pemilik merek Sari Roti sebanyak 31,5% dengan nilai Rp 2,13 triliun.

Selain itu, DNET menggunakan dana tersebut untuk melakukan akuisisi perusahaan yang belum melakukan listing di Bursa yaitu PT Indomarco Prismatama pengelola gerai Indomaret sebanyak 40% dengan nilai Rp 2,63 triliun. Sehingga, secara tidak langsung, Indomaret telah melakukan listing di Bursa melalui skema backdoor listing.

Untuk diketahui, perusahaan-perusahaan yang diakuisisi oleh DNET merupakan bagian dari Grup Salim. Sementara, DNET dikendalikan oleh PT Megah Eraraharja yang merupakan bagian dari Grup Salim. Anthoni Salim pun tercatat memiliki saham DNET dengan porsi 25,3% per 31 Agustus 2021.

Halaman: