Bos Garuda Minta Kemenhub Tinjau Ulang Tarif Batas Atas Tiket Pesawat

ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc.
Calon haji berada di kabin pesawat di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Padang Pariaman, Sumatera Barat, Senin (5/6/2023) dini hari. Sebanyak 393 jamaah calon haji dan pendamping tergabung dalam kloter (kelompok terbang) pertama embarkasi Padang diberangkatkan ke tanah suci dengan pesawat Garuda Indonesia Boeing 777 Seri 300 ER.
12/5/2024, 19.20 WIB

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra berharap pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dapat meninjau ulang tarif batas atas (TBA) tiket pesawat sejalan dengan perubahan kondisi eksternal lima tahun terakhir.

Irfan mengatakan, nilai tukar atau kurs (exchange rate) serta harga avtur yang fluktuatif menjadi tantangan bagi Garuda Indonesia. Dua komponen eksternal tersebut, kata dia, memiliki pengaruh yang besar terhadap biaya (cost).

"Kita juga lagi diskusi sama Kemenhub untuk mohon juga ditinjau, dilihat TBA ini. Artinya jangan TBA selama lima tahun tidak naik. Ini exchange rate dibanding lima tahun lalu berapa, harga avtur dibandingkan lima tahun lalu berapa," kata Irfan dikutip dari Antara, Minggu (12/5).

Apabila tarif batas atas tiket pesawat tidak kunjung berubah atau tidak naik sejak ditetapkan tahun 2019, Irfan khawatir semua maskapai akan menghadapi permasalahan yang serupa.

"Usulan kita lebih fleksibel terhadap kondisi eksternal. Exchange rate maupun harga avtur kan kita tidak bisa kontrol. Kita juga tidak bisa minta Pertamina untuk terus-terusan kasih diskon, bukan begitu caranya kan," kata dia.

Meminta Peniadaan Tarif Atas Tiket Pesawat

Pada November 2023 lalu, Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) sempat mengusulkan kepada pemerintah agar meniadakan tarif batas atas tiket pesawat dan nantinya harga tiket pesawat diserahkan kepada mekanisme pasar.

Pada saat itu, Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja mengatakan, tren dan dinamika industri penerbangan tidak terlepas dari harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kedua faktor eksternal tersebut sulit untuk dikontrol oleh industri.

Namun menurut Kemenhub, tarif batas atas tiket pesawat didasarkan pada Undang-Undang (UU) Penerbangan. Apabila, terdapat usulan untuk menghapuskan TBA, maka harus melalui revisi UU terlebih dahulu. UU tersebut bertujuan untuk melindungi konsumen agar tidak dibebani biaya-biaya di luar kewajaran.

Meski menghadapi berbagai tantangan, Garuda Indonesia menargetkan pertumbuhan pendapatan pada tahun ini. Pada tiga bulan pertama 2024, pendapatan usaha secara grup tumbuh 18,07% menjadi US$ 711,98 juta dolar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Pada kinerja kuartal yang dikenal sebagai periode low season bagi industri penerbangan, Garuda Indonesia secara grup juga mencatatkan rugi bersih US$ 86,82 juta di kuartal I 2024 atau turun 21,10% dibandingkan catatan rugi US$ 110,04 juta pada kuartal I 2023.

Pada tahun ini, Garuda Indonesia menargetkan penguatan armada dengan penambahan delapan pesawat yang akan datang secara bertahap. Delapan pesawat tersebut terdiri atas empat narrow body jenis Boeing 737-800NG dan empat wide-body yang terdiri dari jenis Boeing 777-300ER, serta Airbus 330-300.

"Kami rencana mau tambah delapan [pesawat] tahun ini, tapi masih belum [terealisasi]. Ini [penambahan pesawat dengan] sewa, masuknya di alokasi opex [pengeluaran untuk biaya operasional]," kata Irfan.

Reporter: Antara