Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, bersama para Menteri Kabinet Indonesia Maju dan Pimpinan Lembaga telah menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2019.
Ia menginformasikan, LKPP 2019 yang disampaikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kepada BPK diserahkan secara virtual.
Sri Mulyani menyebut, LKPP 2019 yang disampaikan terdiri atas tujuh komponen. Rinciannya, Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Laporan Arus Kas, Laporan Operasional, Neraca, Laporan Perubahan Ekuitas dan Catatan atas Laporan Keuangan.
"Tahun ini, meskipun dalam kondisi yang luar biasa, pemerintah tetap berkomitmen mengawal akuntabilitas pengelolaan keuangan negara," kata Sri Mulyani seperti dikutip dalam akun Instagram resminya, Senin (30/3).
Ia melanjutkan, komitmen peningkatan kualitas LKPP 2019 dilakukan dengan cara, menyempurnakan sistem terintegrasi dalam penyusunan LKPP 2019, menyempurnakan peraturan dan kebijakan di bidang keuangan negara, menindaklanjuti rekomendasi BPK terkait pemeriksaan LKPP.
Selain itu, Kemenkeu secara berkala memonitor tingkat penyelesaiannya, serta membentuk gugus tugas, untuk mempercepat penyelesaian permasalahan penyebab opini disclaimer, serta penyebab pengecualian pada kementerian/lembaga, yang memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Sri Mulyani menyatakan, opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh BPK atas LKPP selama tiga tahun terakhir, merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam mengawal transparansi.
(Baca: Bakal Rombak APBN 2020, Sri Mulyani: Asumsi Makro Berubah Luar Biasa)
"Serta akuntabilitas atas pengelolaan keuangan negara yang terus diupayakan dan diperjuangkan dengan sangat serius," ujarnya.
Ia juga mengapresiasi BPK dan seluruh pihak yang terlibat dalam proses pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN 2019. Apresiasi dilayangkan, karena menurutnya walaupun di tengah kondisi yang cukup sulit, semua pihak masih bisa secara pro-aktif, responsif, dan bersinergi menyelesaikan penyusunan dan pemeriksaan atas LKPP 2019.
Ia menambahkan, nantinya akan dilakukan penyesuaian atas jadwal pelaksanaan kegiatan dalam proses pertanggungjawaban APBN 2019. Sehingga, target waktu yang ditetapkan dapat terpenuhi secara baik sesuai dengan maksud dan tujuannya.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna menegaskan, hasil penilaian kembali barang milik negara atau revaluasi aset menjadi catatan yang perlu diperhatikan dalam penyajian LKPP 2019.
"Selain tepat waktu, materi LKPP seharusnya juga telah memasukkan seluruh komponen penting yang disajikan dalam laporan keuangan, seperti revaluasi aset," tulis Agung dalam keterangan resminya, dikutip Senin (30/3).
Revaluasi aset dinilai sebagai faktor signifikan dalam peningkatan total aset tetap pemerintah per 31 Desember 2019 menjadi Rp 6.007,69 triliun dari Rp 1.931,05 triliun per 31 Desember 2018 sebagaimana dilaporkan dalam LKPP 2019 yang belum diaudit.
Aset tetap yang direvaluasi mengalami kenaikan nilai wajar sebesar Rp 4.141,59 triliun, dari nilai buku sebelum revaluasi sebesar Rp 1.538,18 triliun.
(Baca: Jokowi Harap BPK dan DPR Dukung Perppu Defisit APBN di Atas 3% PDB)