Sri Mulyani Sebut Kondisi Sistem Keuangan Indonesia Stabil

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Ilustrasi, Menkeu Sri Mulyani (kanan) didampingi Wamenkeu Suahasil Nazara (kiri) memberikan keterangan pers terkait laporan APBN 2019 di Jakarta, Selasa (7/1/2020). Sri Mulyani menyebut kondisi sistem keuangan Indonesia stabil.
22/1/2020, 12.51 WIB

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyatakan sistem keuangan pada kuartal keempat 2019 stabil dan terkendali di tengah sorotan masyarakat terhadap permasalahan beberapa lembaga jasa keuangan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indarawati mengatakan pemerintah menangani masalah tersebut secara terkoordinasi dan komprehensif.

"KSSK tetap mewaspadai risiko dari ekonomi global maupun dalam negeri," ujar dia.

Meredanya ketidakpastian ekonomi global juga menjadi pendukung stabilitas sistem keuangan Indonesia. Sejumlah perkembangan positif tercermin dari kemajuan perundingan pedagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.

Namun, kelanjutan proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) dan beberapa risiko geopolitik global dinilai perlu menjadi perhatian. "Ketidakpastian yang mereda itu berdampak pada penurunan risiko di pasar keuangan global dan masuknya aliran masuk modal asing," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers KSSK di Jakarta, Rabu (22/1).

Di sisi lain, kondisi perekonomian Indonesia tetap memiliki daya tahan yang baik. Situasi tersebut tercermin dari terjaganya pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi di sektor infrastruktur.

Kemudian, ekspor mulai meningkat meskipun kinerja investasi nonbangunan perlu menjadi perhatian. Secara keseluruhan, neraca pembayaran 2019 diproyeksi surplus ditopang oleh aliran masuk modal asing yang besar serta defisit neraca perdagangan yang menurun. Selain itu, nilai tukar rupiah terus menguat dan inflasi tetap terkendali.

(Baca: Sri Mulyani: Pemerintah akan Bentuk Lembaga Penjamin Polis Asuransi)

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan pihaknya akan terus memperkuat bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas inflasi dan nilai tukar rupiah. "Bauran kebijakan diarahkan untuk menjaga dan memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi," ujar Perry.

Kebijakan moneter akomodatif dilanjutkan dengan konsisten. Sejak Juli 2019, BI telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak empat kali sebesar 100 basis poin menjadi 5%. Sedangkan inflasi diperkirakan pada kisaran 2-4% pada 2020.

Untuk likuiditas perbankan, BI telah menurunkan Giro Wajib Minimum sebesar 100 basis points menjadi 5,5%. Hal tersebut mendorong peningkatan likuiditas perbankan sekitar Rp 53 triliun.

Dari sisi makroprudensial, BI mengatur Rasio Intermedias Makroprudensial (RIM) baik secara konvensional maupun syariah. Kemudaian, BI turut mendorong permintaan kredit dengan pelonggaran Loan To Value (LTV) serta tambahan keringanan untuk uang muka kredit properti. Di bidang sistem pembayaran, BI mengeluarkan kebijakan untuk mendukung perekonomian Indonesia.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan OJK akan mengoptimalkan peran jasa keuangan bagi pertumbuhan ekonomi. "Tetap dengan mempertimbangkan ketahanan di sektor jasa keuangan," ujar Wimboh.

Tren penurunan suku bunga mendukung kinerja intermediasi dengan tingkat permodalan yang memadai dan likuditas serta profil risiko yang terjaga. Pertumbuhan kredit perbankan mencapai 6,08% pada akhir 2019, turun dari 2018 sebesar 11,75%. Hal ini seiring dengan lemahnya permintaan global.

(Baca: Makin Loyo, IMF Kembali Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global)

Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 6,54%, meningkat dari 2018 sebesar 6,45%. Wimboh mengatakan perlambatan terjadi pada kelompok BUKU III, yaitu dari 11,23% pada 2018 menjadi 2,4% pada 2019.

Kelompok BUKU IV juga turun dari 12,4% pada tahun lalu menjadi 7,8% pada 2019. Sedangkan kelompok BUKU II tumbuh relatif hampir sama dari 8,8% pada 2019 menjadi 8,4% pada 2019. Adapun, pertumbuhan kredit tetap jadi sumber pertumbuhan dengan didominasi bank BUMN.

Adapun, OJK akan terus meningkatkan daya saing dan peran lembaga jasa keuangan agar mempunyai tingkat efisiensi yang kuat dalam pelayanan untuk perbankan. "Digitalisasi juga akan terus didorong agar lebih efisien dan pengawasan di lembaga jasa keuangan dan pasar modal," ujar dia.

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah mengatakan himpunan dana masyarakat menunjukkan kondisi yang normal. LPS pada periode November 2019 telah menurunkan tingkat bunga penjaminan.

Tingkat bunga penjaminan yang berlaku untuk simpanan rupiah pada bank umum dan BPR masing-masing turun 25 basis points menjadai 6,25% dan 8,75%. Sedangkan tingkat bunga penjaminan untuk valuta asing pada bank umum juga turun 25 basis points dari semula 2,00% menjadi 1,75%.

"Ke depan LPS akan terus pantau kondisi perbankan," ujar Halim.

(Baca: Penuhi Kebutuhan Pembiayaan APBN, Pemerintah akan Kembali Melelang SUN)

Reporter: Rizky Alika