Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 101,96 triliun atau 0,63% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I 2019. Angka defisit APBN tersebut melebar dibandingkan Maret 2018, yang tercatat sebesar Rp 85,8 triliun.
Meski demikian, pemerintah melihat realisasi defisit dan keseimbangan primer Maret 2019 masih terkendali. "Target defisit anggaran tahun ini sebesar Rp 296 triliun atau 1,84% dari PDB," ujar Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo dalam Konferensi Pers di APBN KiTa di kantornya, Jakarta, Senin (22/4).
Dengan perkembangan defisit anggaran tersebut, keseimbangan primer saat ini tercatat sebesar Rp 31,38 triliun, sedikit di atas target sebesar Rp 20,1 triliun untuk tahun ini. Keseimbangan primer merupakan penerimaan negara dikurangi belanja negara, di luar pembayaran bunga utang pemerintah.
(Baca: Pembangunan Infrastruktur Tidak Akan Kendor Meski SDM Jadi Fokus)
Pemerintah menargetkan keseimbangan primer terus menurun hingga mendekati nol. Keseimbangan primer nol atau bahkan suplus menunjukkan peningkatan kemampuan negara untuk membayar bunga utang dengan penerimaan negara, bukan dengan menarik utang baru alias gali lubang tutup lubang.
Dari segi penerimaan, sepanjang kuartal I 2019 penerimaan negara tercatat mencapai Rp 350,1 triliun atau 16,2% dari target APBN sebesar Rp 2.165,1 triliun. Capaian penerimaan tersebut tumbuh sebesar 4,9% secara tahunan (year on year/yoy).
Penerimaan negara sepanjang kuartal I 2019 utamanya ditopang oleh realisasi penerimaan perpajakan (pajak serta kepabeanan dan cukai), sebesar Rp 279,9 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 70 triliun dan penerimaan hibah Rp 1 miliar.
Secara rinci penerimaan pajak ditopang oleh penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) migas sebesar Rp 14,5 triliun atau tumbuh 26,5% (yoy) serta penerimaan dari pajak non-migas sebesar Rp 234,5% atau tumbuh 0,6% (yoy). Pencapaian penerimaan pajak kuartal I 2019 baru mencapai 15,8% dari target APBN sebesar Rp 1.577,6 triliun.
Sementara, penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp 31 triliun atau tumbuh sebesar 73% (yoy), terdiri dari penerimaan cukai sebesar Rp 21,3 triliun atau tumbuh 165,1% (yoy) dan bea masuk Rp 8,5 triliun, tumbuh 1,6% (yoy).
(Baca: Kurang Dua Pekan, Wajib Pajak Badan yang Lapor SPT Baru 24,55%)
Sementara, bea keluar melambat 24,8% (yoy) sebesar Rp 1,1 triliun. Penurunan bea keluar ini dikatakan Direktur Bea dan Cukai Heru Pambudi diakibatkan adanya perlambatan ekspor tembaga. "Ini karena Freeport mengalihkan usaha tambang dari permukaan jadi di bawah permukaan," ujarnya.
Dari sisi belanja, realisasi belanja mencapai Rp 452,1 triliun atau mencapai 18,4% dari target APBN. Belanja tersebut tumbuh 7,7% dibandingkan Maret 2018. Realisasi belanja meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp 260,74 triliun atau 15,96% persen dari pagu APBN. Kemudian, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp 191,33 triliun atau 23,14% dari target APBN.
Peningkatan kinerja belanja pemerintah terbesar adalah belanja bantuan sosial (bansos) yang mencapai Rp 36,97 triliun atau 36,24% dari target APBN 2019. Sementara itu, realisasi TKDD sampai dengan Maret 2019 mencapai Rp 191,33 triliun atau 23,14% dari target.
TKDD meliputi Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp 181,24 triliun atau rumbuh 3,4% (yoy). Sedangkan realisasi penyerapan Dana Desa hingga Maret 2019 sebesar Rp 10,1 triliun atau melambat 1,9% dibandingkan tahun lalu periode yang sama.
(Baca: RI-Australia Teken Perjanjian Dagang, Bea Masuk Ribuan Barang Dihapus)