Ekonom Harap Presiden Terpilih Mampu Atasi Masalah Ketimpangan Ekonomi

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi ketimpangan ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi masih berpusat di Jawa.
Penulis: Rizky Alika
9/4/2019, 20.29 WIB

Tak hanya itu, ia berpendapat bahwa pemberian insentif fiskal perlu diberikan lebih besar lagi, tertuama untuk kawasan industri di luar Jawa. Hal ini perlu diiringi dengan sinergi antara kebijakan sektor riil dan moneter. Berikutnya, pemerataan pertumbuhan dapat didorong melalui sektor pariwisata.

"Sektor pariwisata mampu mendorong pertumbuhan lebih luas, tidak hanya parsial," ujarnya.

Sementara, Direktur Riset CORE, Piter Abdullah Redjalam mengungkapkan, pemerintah perlu melakukan terobosan sistem moneter. Sebab, perputaran uang sebesar 80% masih fokus di Jawa. Dari jumlah tersebut, sebesar 70% masih di wilayah Jakarta. "Jadi bayangkan kalau mengeluarkan transfer dengan dana yang besar ke luar Jawa, tapi akan balik lagi ke Jawa," kata dia.

(Baca: Istana Anggap Ekonomi RI Terbang Saat Negara Lain Menukik)

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan wilayah Nusa Tenggara dan Bali hanya tumbuh 2,47% pada 2018 lalu. Pelemahan pertumbuhan terjadi seiring dengan bencana yang melanda wilayah tersebut, terutama gempa bumi besar di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Sementara, Maluku dan Papua mencatatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan, dari 4,89% pada 2017 menjadi 6,99% pada 2018. Meski, masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonominya pada 2016 yang sebesar 7,45%.

Ekonomi Sumatera dan Jawa juga tercatat membaik, masing-masing menjadi 4,54% dan 5,72% ketimbang tahun sebelumnya 4,3% dan 5,61%. Sementara itu, ekonomi Sulawesi dan Kalimantan melemah, masing-masing menjadi 6,65% dan 3,91% dibandingkan sebelumnya sebesar 6,99% dan 4,33%.

Halaman: