Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan kemajuan era industri 4.0 dapat memperbesar potensi penerimaan pajak. Menurut dia, struktur ekonomi saat ini semakin ditopang oleh sektor informal, seperti Youtuber.
Ia mencontohkan, Atta Halilintar yang pendapatannya mencapai Rp 1,1 miliar per bulan. Angka itu melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun. “Sektor informal kalau pendapatannya kena pajak, harus bayar pajak,” kata dia dalam Diskusi 100 Ekonom Perempuan Indonesia di Jakarta, Selasa (26/3).
Di era industri 4.0, proporsi pendapatan kena pajak seharusnya lebih besar. Hal ini akan mendorong pula potensi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21. Namun kenyataannya, kontribusi pajak dari masyarakat kelas menengah dan atas masih rendah. Padahal jumlah mereka terus meningkat. Selain pajak orang pribadi, Aviliani menilai, kepatuhan pajak badan pun belum mencapai 100%.
(Baca: 6 Taipan Pembayar Pajak Terbesar: Arifin Panigoro hingga TP Rachmat)
Penerimaan pajak PPh 21 pada 2018 mencapai Rp 134,96 triliun atau tumbuh 14,60%. Sementara, PPh badan Rp 255,37 triliun atau tumbuh 22,63%.
Menurut Aviliani, kalau penerimaan pajak dapat ditingkatkan, maka defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat ditekan. Selama ini defisit anggaran masih terjadi lantaran porsi belanja lebih besar dari pendapatan. Tahun ini defisit anggaran ditargetkan sebesar Rp 296 triliun atau sebesar 1,84% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
(Baca: Penerimaan Pajak 2018 Tumbuh 15%, Pengelolaan APBN Dinilai Kredibel)
Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak Kementerian Keuangan Puspita Wulandari Surono menilai kepatuhan pajak semestinya menjadi kesadaran masing-masing wajib pajak. "Kepatuhan membayar pajak merupakan sukarela. Jadi tidak usah dipaksa, dengan keasdaran masing-masing," ujarnya.
Target penerimaan pajak 2019
Penerimaan pajak hingga Februari 2019 mencapai Rp 160,85 triliun atau tumbuh 4,7% dibandingkan Februari tahun lalu. Angka itu baru mencapai 10,2% dari target peneriman pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.
Pengamat Pajak DDTC Darussalam memperkirakan potensi kekurangan penerimaan (shortfall) pajak kembali terjadi pada tahun ini. "Pertumbuhannya tidak akan sesuai dengan target yang mencapai 19,8%,” katanya kepada Katadata.co.id, Senin (25/3). Ia memprediksi pertumbuhan penerimaan pajak hanya berada di kisaran 9%-12%.
(Baca: Berat, Penerimaan Pajak Harus Tumbuh Nyaris 20% Buat Capai Target 2019)
Kementerian Keuangan menargetkan penerimaan pajak pada 2019 dapat mencapai Rp 1.577,6 triliun atau tumbuh 18,3% dibandingkan realisasi penerimaan pajak tahun lalu. Ditjen Pajak harus mengejar penerimaan sebesar Rp 1.416,7 triliun atau tumbuh 22,1% pada Maret hingga Desember 2019 untuk mencapai target itu. Padahal, realisasi penerimaan Maret hingga Desember 2018 hanya mencapai Rp 1.159,8 triliun.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan untuk mengejar target, pemerintah akan terus memerhatikan penerimaan pajak berdasarkan masing-masing komponen pada setiap bulan. Menurut dia, antisipasi terus dilakukan sehingga pemerintah dapat menentukan kebijakan yang diperlukan secara tepat. "Ini kami pantau. Kami mengetahui dengan baik komponen mana yang harus diwaspadai," ujarnya.