Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta sejumlah Kementerian dan Lembaga (K/L) negara yang belum mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan perbaikan. Harapannya, semua kementerian dan lembaga negara bisa mengantongi oponi WTP tahun depan.
Salah satu langkah yang disodorkan Jokowi untuk membenahi laporan keuangan K/L yang bermasalah adalah pembentukan gugus tugas (task force) antara K/L terkait dengan BPK. Tujuannya agar K/L bisa membenahi laporan keuangannya yang selama bertahun-tahun bermasalah.
(Baca: BPK: Ada Selisih Laporan Belanja Pemerintah Selama 2004-2015)
Jokowi menunjuk contoh K/L seperti Kementerian Pemuda dan Olah Raga serta Lembaga Penyiaran Publik TVRI, yang selama bertahun-tahun mendapat opini disclaimer atau Tidak Menyatakan Pendapat (TMP). "Saya titip K/L yang belum ini (dapat WTP) bentuk task force agar WTP ini menjadi hal yang biasa," katanya saat menerima Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2016 yang disampaikan BPK di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/5).
Jokowi mengaku bersyukur laporan keuangan pemerintah secara umum akhirnya mendapat opini WTP setelah 12 tahun terakhir. Hal ini ditandai dengan 84 persen laporan keuangan K/L yang mendapatkan opini WTP.
Sekadar informasi, BPK memeriksa 87 laporan keuangan kementerian/lembaga negara (LKKL) dan satu Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) tahun 2016. Pemeriksaan dilakukan dalam kurun waktu dua bulan (April-Meil 2017).
Sebanyak 74 LKKL (termasuk LKBUN) memperoleh opini WTP. Namun, ada delapan LKKL mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Delapan LKKL itu adalah Kementerian Pertahanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, BKKBN, KPU, Badan Informasi Geopasial, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan Lembaga Penyiaran Publik RRI.
Sedangkan enam LKKL mendapat opini disclaimer (Tidak Menyatakan Pendapat), yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Lembaga Penyiaran Publik TVRI, Komnas HAM, Bakamla, serta Badan Ekonomi Kreatif.
(Baca: Laporan Keuangan Kementerian Susi Bermasalah, BPK Duga Dana Fiktif)
Yang menarik, opini disclaimer yang disematkan kepada laporan keuangan KPP setelah empat tahun berturut-turut mengantongi opini WTP. Penyebabnya, BPK menemukan dugaan adanya dana fiktif di kementerian yang dipimpin Susi Pudjiastuti tersebut.
Jokowi menargetkan, tidak ada lgi laporan kengan K/L yang bermasalah tahun depan. "Target tahun depan, semua WTP, jangan ada yang disclaimer. Wajar Dengan Pengecualian (WDP) saja tidak boleh," kata Jokowi.
Ia juga beranggapan diganjarnya LKPP 2016 dengan opini WTP seharusnya membuat semua pihak optimistis. Di sisi lain, inti dari akuntabilitas pemerintah adalah pertanggungjawaban moral kepada uang rakyat. "Jangan coba memainkan uang rakyat," kata Jokowi.
(Baca: Pertama Dalam 12 Tahun, Keuangan Pemerintah Pusat Raih Opini Wajar)
Dalam kesempatan yang sama, Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan, pihaknya memberikan rekomendasi dari hasil pemeriksaan LKPP 2016 kepada pemerintah. Beberapa di antaranya adalah pengintegrasian sistem informasi penyusunan LKPP, dan pengendalian atas pengelolaan subsidi yang belum memadai.
Selain itu, penyelesaian aset negatif dana jaminan sosial kesehatan, serta penyelesaian kelebihan pembayaran atau penyimpangan biaya negara. "Lalu meningkatkan peran sistem internal pemerintah dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," kata Moermahadi.