Sri Mulyani: Mengelola APBN Bukan Seperti Tukang Obat

ANTARA FOTO/Ampelsa
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan kuliah umum di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 5 Januari 2017.
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
10/1/2017, 18.10 WIB

Karena itu, di awal kepemimpinannya sebagai Menteri Keuangan pada akhir Juli 2016, Sri Mulyani memangkas target penerimaan pajak tahun 2016 sebesar Rp 219 triliun. Belanja negara juga dikurangi Rp 137,6 triliun, yang terdiri dari kementerian dan lembaga (K/L) Rp 64,7 triliun serta transfer daerah dan dana desa Rp 72,9 triliun. Tapi, ada sebagian transfer daerah yang jadi dibayarkan tahun lalu, sehingga pemangkasannya tidak sebesar yang diusulkan.

Upaya tersebut menghasilkan defisit anggaran yang ditahan 2,46 persen dari PDB atau senilai Rp 307,7 triliun. Sedangkan shortfall penerimaan pajak yang melebihi target Rp 219 triliun, sehingga mencapai Rp 252 triliun.

Menurut Sri Mulyani, situasi tahun laku tersebut semestinya bisa menjadi pelajaran bahwa APBN dinamis. “Bayangkan apa yang kami lakukan akan sangat mempengaruhi Indonesia. That’s how big your responsibility. Semakin berkualitas, maka semakin mampu menciptakan kepastian bagi Republik Indonesia.”

(Baca: Sri Mulyani Sebut Kerja Sama dengan JP Morgan Tak Menguntungkan)

Belajar dari tahun lalu, dia pun sepakat menetapkan target konservatif pertumbuhan ekonomi 2017 sebesar 5,1 persen. Meskipun Bank Indonesia (BI) memperkirakan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5-5,4 persen dan lembaga keuangan internasional memproyeksikan 5,3 persen.

Sri Mulyani menilai, kondisi global masih tidak pasti sehingga pemerintah perlu berhati-hati. “Saya lihat pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014-2016 masih sangat early recovery, maka perlu hati-hati untuk desain APBN 2017,” kata dia.

Halaman: