Jokowi Minta Sri Mulyani Jawab Keresahan soal Tax Amnesty

Kris | Biro Pers Sekretariat Kepresidenan
Presiden Joko Widodo pada sosialisasi Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Grand Ballroom Rama Shinta, Patra Jasa Semarang Convention Hotel, Selasa (9/8).
Penulis: Safrezi Fitra
29/8/2016, 17.17 WIB

Keresahan masyarakat terkait program pengampunan pajak (tax amnesty) sudah sampai ke telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia pun akan segera meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Direktur Jenderal Pajak untuk menjawab semua keresahan tersebut.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengakui ada banyak pertanyaan dari masyarakat terkait tax amnesty. Pertanyaan-pertanyaan ini harus segera dijawab oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak, agar tidak menimbulkan keresahan.

(Baca: Wajib Lapor Harta, Tax Amnesty Mulai Meresahkan Masyarakat)

Pemerintah khawatir adanya keresahan ini dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan program pengampunan pajak. Apalagi Presiden Jokowi sudah turun langsung untuk mensosialisasikan program ini kepada wajib pajak di beberapa daerah.

Pramono mengingatkan bahwa semangat dari tax amnesty itu adalah repatriasi dan deklarasi. Bagaimana menarik dana orang Indonesia yang disimpan di luar negeri, kembali ke Tanah Air (repatriasi). Serta mendorong kepatuhan masyarakat yang selama ini tidak membayar pajak, mengungkapkan hartanya.

“Bukan yang sudah tertib membayar pajak malah kemudian dikejar-kejar. Atau juga, yang katakanlah pajaknya kecil tetapi karena kealpaan, kelupaan kemudian mumpung ada kesempatan mendeklarasikan (hartanya), mereka ikut tax amnesty, itu juga yang dikejar-kejar,” kata Pramono dalam keterangan di situs resminya, Senin (29/8).

(Baca: Wajib Pajak Patuh Cukup Betulkan SPT)

Dia mengaku sudah mempelajari dan mengikuti semua isu yang beredar terkait tax amnesty. Pemerintah juga meminta kepada Dirjen Pajak untuk segera mengantisipasinya. Jangan sampai rumor yang muncul, kemudian berkembang di masyarakat.

Seskab juga membantah anggapan bahwa program tax amnesty mulai tidak tepat sasaran. “Bukan tidak tepat sasaran tetapi ada orang yang kemudian menggunakan ini menjadi rumor isu politik,” ujarnya.

Undang-Undang Pengampunan Pajak memang berlaku untuk semua wajib pajak, dan tidak boleh ada diskriminasi. Namun, kata Pramono, dalam penjelasan awal dan naskah akademik UU tersebut secara tegas menjelaskan bahwa aturan ini untuk wajib pajak yang belum melaporkan hartanya. Terutama wajib pajak yang memiliki dana besar dan yang menyimpan hartanya di luar negeri.

Terkait dengan adanya gugatan masyarakat atas pelaksanaan tax amnesty, dia menegaskan siapapun yang melakukan gugatan itu tentunya pemerintah siap menghadapi. Presiden telah meminta kepada bukan hanya pejabat eselon 1, tapi menteri juga hadir pada saat sidang judicial review di Mahkamah Konstitusi.

(Baca: Tax Amnesty Terburu-Buru, Sri Mulyani: Pegawai Pajak Kewalahan)

Pemerintah, kata Pramono, sebenarnya sudah menyiapkan langkah berikutnya agar perangkat hukum perpajakan semakin baik dan makin sehat. Dia mencontohkan salah satunya Pajak Penghasilan (PPh) Badan, jangan sampai ada double taxation untuk deviden, dan sebagainya.

Setelah langkah ini dilakukan, dia yakin basis pajak (tax base) akan semakin luas dan penerimaan dari sektor perpajakan juga semakin besar. Dengan begitu perekonomian nasional juga akan menjadi lebih sehat.

(Baca: Sri Mulyani Waspadai Efek Negatif Tax Amnesty bagi Perekonomian)

“Jadi sekali lagi, semangat utama dari tax amnesty ini adalah bagaimana dana-dana besar yang ada di luar, baik itu berupa repatriasi maupun deklarasi  segera bisa masuk ke dalam negeri," ujarnya.