KATADATA ? Keinginan pemerintah mempercepat penyerapan anggaran pada paruh kedua tahun ini mulai membuahkan hasil. Kementerian Keuangan mencatat, penyerapan anggaran dalam dua bulan terakhir ini mencapai 19 persen. Alhasil, hingga akhir Agustus lalu, porsi belanja pemerintah sudah sebesar 52 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 yang sebesar Rp 1.984,1 triliun.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pencapaian penyerapan anggaran sebesar 52 persen itu masih tergolong normal. Pasalnya, APBNP 2015 baru disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada pertengahan Januari lalu. "Pencapaian 52 persen dari Februari sampai Agustus itu masih bagus," katanya dalam acara diskusi bertajuk ?Reformasi Perizinan untuk Mempercepat Pembangunan Infrastruktur? yang diadakan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Katadata di Jakarta, Kamis (3/9).
Penyerapan anggaran belanja negara tahun ini memang menjadi perhatian semua pihak. Selama semester I-2015, penyerapan anggaran belanja negara baru mencapai 33,1 persen dari target tahun ini. Gara-gara rendahnya penyerapan anggaran ini, pertumbuhan ekonomi pun melambat. Pertumbuhan ekonomi hingga semester I cuma sebesar 4,9 persen.
(Baca: Perekonomian Melambat Gara-Gara Belanja Pemerintah Minim)
Suahasil menjelaskan kecepatan penyerapan anggaran belanja negara yang terbagi dalam tiga pos tersebut berbeda-beda. Belanja rutin, seperti gaji bulanan pegawai negeri dan transfer daerah, pasti selalu tepat waktu. Sedangkan belanja barang dan belanja modal membutuhkan prosedur yang lebih panjang dan memakan waktu lama. Alhasil, penyerapan anggarannya pun lebih lambat dari belanja rutin.
Menurut dia, penyerapan belanja modal untuk pembangunan infrastruktur memakan waktu paling lama. Padahal, porsi anggaran untuk infrastruktur tahun ini sangat besar yaitu mencapai Rp 290 triliun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 206 triliun.
Di sisi lain, rendahnya penyerapan anggaran tahun ini juga akibat alokasi anggaran belanja rutin tahun ini lebih kecil. Pasalnya, anggaran untuk subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) yang masuk pos belanja rutin sudah mengecil tahun ini.