KATADATA ? Pemanfaatan dana non-perbankan untuk membiayai proyek infrastruktur sulit terealisasi pada tahun ini. Persoalannya, pembiayaan yang berasal dari asuransi dan dana pensiun tidak bisa untuk membiayai proyek baru atau greenfield.
?Dana ini cocoknya untuk refinancing, pembiayaan ulang. Jadi aset udah ada,? kata Executive Vice President PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) Irman Boyle kepada Katadata.
Dia menjelaskan, industri asuransi dan dana pensiun membutuhkan kepastian proyek infrastruktur. Sebab jika sebuah proyek masih terkendala pembebasan lahan, misalnya, maka berpotensi menimbulkan kerugian. Bagi IIF pun kesulitan untuk menerbitkan surat utang yang sasaran pembelinya adalah asuransi dan dana pensiun.
?Kan dana seperti ini masuknya lewat obligasi. Jadi kalau kami terburu-buru menerbitkan obligasi tapi kepastian proyeknya baru tiga, empat, atau lima tahun lagi bisa berdarah-darah kami,? kata Irman.
Idealnya, lanjut Irman, pada tahap awal untuk membiayai proyek infrastruktur dilakukan oleh perbankan. Begitu proyek sudah terbangun dan mulai beroperasi, maka dana non-perbankan ini dapat membiayai ulang (refinancing) aset yang telah ada.
?Jadi dana tersebut masuk ketika proyek sudah jadi, karena mereka (dana non-perbankan) tidak mau masuk kalau proyek belum ada,? kata Irman.
Mantan Menteri Keuangan M. Chatib Basri mengatakan, pemanfaatan dana non-perbankan untuk membiayai proyek infrastruktur dapat diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ini karena banyak BUMN yang bergerak di bidang non-perbankan seperti asuransi.