Indonesia Diminta Waspadai Risiko Geopolitik Usai Gabung BRICS
Indonesia menjadi anggota BRICS setelah Brasil mengumumkan secara resmi pada Senin (6/1). BRICS adalah blok ekonomi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan, dengan tambahan anggota baru seperti Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab.
Keanggotaan Indonesia di BRICS menghadirkan banyak peluang, namun juga disertai sejumlah risiko. Salah satunya adalah tantangan geopolitik yang dapat memengaruhi hubungan strategis Indonesia dengan mitra tradisional.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar, menjelaskan bahwa BRICS sering dianggap sebagai blok penyeimbang negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Hal ini dapat berdampak pada hubungan strategis Indonesia.
“Ada risiko geopolitik karena BRICS sering dipandang sebagai rival negara-negara Barat. Indonesia harus menjaga keseimbangan antara BRICS dan negara-negara Barat,” ujar Media, Selasa (7/1).
Sebagai contoh, Indonesia memiliki komitmen investasi AS sebesar US$ 500 juta pada 2023. Media menilai penting bagi Indonesia untuk tetap menjaga hubungan baik dengan mitra tradisional seperti Amerika Serikat.
Media juga menyoroti dominasi negara besar seperti Cina dan India dalam pengambilan keputusan di BRICS. Dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang jauh lebih besar dibandingkan Indonesia, dominasi ini berpotensi mengurangi pengaruh Indonesia.
“Dominasi ini dapat menciptakan kesenjangan dalam menentukan prioritas agenda, sehingga kepentingan negara seperti Indonesia tidak selalu terakomodasi,” ujarnya.
Tantangan Diplomasi dan Kepentingan Ekonomi
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet mengingatkan bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS membawa tantangan dalam menjaga keseimbangan diplomasi.
“Indonesia harus berhati-hati dalam menjaga hubungan dengan Amerika Serikat dan sekutunya, mengingat persaingan geopolitik antara Blok Barat dengan beberapa negara BRICS seperti Rusia dan Cina,” kata Yusuf.
Ia juga menyoroti perbedaan kepentingan ekonomi dan politik di antara anggota BRICS sebagai potensi hambatan. “Perbedaan ini bisa menjadi tantangan dalam pengambilan keputusan bersama di BRICS,” ucapnya.
Keanggotaan Indonesia di BRICS merupakan hasil dari keterlibatan aktif selama beberapa tahun terakhir. Indonesia sebelumnya menghadiri KTT BRICS di Johannesburg pada 2023 di bawah kepemimpinan Afrika Selatan, serta KTT Kazan 2024 di bawah kepemimpinan Rusia.
Dalam pernyataan resmi, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia menegaskan bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS adalah langkah strategis untuk meningkatkan kolaborasi dengan negara-negara berkembang.
“Indonesia memandang keanggotaannya di BRICS sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kerja sama berdasarkan prinsip kesetaraan, saling menghormati, dan pembangunan berkelanjutan,” ujar Kemlu.