"Jangan Mimpi Rupiah Kuat"

KATADATA
Kepala Ekonom PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat.
18/3/2015, 20.15 WIB

KATADATA ? Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) adalah keniscayaan. Satu-satunya cara untuk meningkatkan kapasitas kurs rupiah adalah dengan memperbaiki neraca transaksi berjalan yang defisit sejak kuartal IV-2011.

?Jangan harap rupiah kuat, selama neraca transaksi berjalan negatif,? kata Budi Hikmat, Kepala Ekonom PT Bahana TCW Investment Management, yang ditemui Katadata di kantornya, Jakarta, Selasa (17/3).

Defisit transaksi berjalan artinya permintaan valuta asing (valas) yang lebih besar daripada suplainya. Penyebabnya, pendapatan Indonesia dari kegiatan perdagangan?baik berupa ekspor barang dan jasa?serta investasi di luar negeri lebih sedikit, daripada pengeluaran?impor, bunga, serta dividen?yang harus dibayarkan ke luar negeri.  

(Baca: Ini Sebab Rupiah ?Dibiarkan? Melemah)

Meski defisit, kurs rupiah memang menunjukkan penguatan dalam beberapa tahun terakhir. Tapi, penguatan rupiah tersebut tidak sehat karena hanya disokong oleh tingginya aliran masuk modal asing (capital inflow) di produk portofolio. Apalagi, penguatan ini dibarengi oleh kebijakan stimulus AS yang totalnya mencapai US$ 4,5 triliun.

Sementara surplus perdagangan barang terus berkurang, sehingga tidak dapat mengimbangi neraca jasa dan pendapatan yang defisit. ?Ini artinya secara struktural rupiah harus diperkuat, terutama dari sisi neraca barang dan jasa,? kata Budi.

Menurut dia, pemerintah sudah melakukan sejumlah langkah struktural untuk membenahi struktur perekonomian Indonesia. Langkah pertama dengan memperbaiki pola subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang terbukti telah mengurangi impor minyak Indonesia dalam dua bulan terakhir. (Baca: Ekonografik: Bebas Visa Demi Datangkan 13 Triliun)

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor minyak Indonesia?minyak mentah dan hasil minyak?selama periode Januari-Februari 2015 sebesar US$ 3,5 miliar atau turun 45 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$ 6,4 miliar.

Impor BBM diperkirakan semakin berkurang dengan rencana pemerintah menaikkan penggunaan bahan bakar nabati (BBN) sebagai campuran solar menjadi 15 persen. Penggunaan BBN ini pun akan meningkat menjadi 20 persen pada 2016.

Kemudian pemerintah juga telah meluncurkan paket kebijakan untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan. Misalnya dengan memberikan insentif pajak kepada perusahaan yang 30 persen produknya ditujukan untuk ekspor dan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi perusahaan-perusahaan di sektor logistik.

Insentif pajak juga akan diberikan kepada perusahaan-perusahaan asing yang ingin menginvestasikan kembali dividennya di Indonesia. Kemudian merestrukturisasi dan merevitalisasi industri reasuransi Indonesia.

?Memang ini butuh waktu lama untuk merasakan hasilnya. Tapi ini penting supaya kita kompetitif,? kata Budi. ?Transaksi berjalan yang defisit itu menunjukkan kita tidak produktif.?

Jadi, kata Budi, kita mesti merelakan rupiah melemah. Justru yang mesti ditangisi adalah ketidakmampuan untuk mengkapitalisasi penguatan dolar AS ini melalui percepatan perbaikan struktur ekonomi. Caranya dengan meningkatkan kinerja ekspor, merevitalisasi industri manufaktur padat karya, serta melakukan hilirisasi produk-produk komoditas. 

Reporter: Desy Setyowati