Nilai tukar rupiah pada perdagangan pagi ini dibuka menguat 0,16% ke level Rp 14.880. per dolar Amerika Serikat. Kendati demikian, rupiah dinilai berpotensi melemah seiring penantian pasar terhadap kebijakan Bank Sentral AS, The Federal Reserve.
Mayoritas mata uang Asia pun bergerak memguat pagi ini. Mengutip Bloomberg, dolar Hong Kong naik 0,01%, dolar Singapura 0,02%, dolar Taiwan 0,01%, peso Filipina 0,1%, rupee India 0,31%, yuan Tiongkok 0,21%, dan baht Thailand 0,13%.
Sementara yen Jepang turun 0,07%, won Korea Selatan 0,14%, dan ringgit Malaysia 0,24%.
(Baca: Harga Emas Antam Naik Rp 5.000/Gram Imbas Harapan Stimulus Tambahan AS)
Analis HFX Berjangka Adhy Pangestu menilai pasar masih menantikan kebijakan lanjutan dari The Fed. Gubernur The Fed Jerome Powell dijadwalkan berpidato di hadapan Kongres AS malam ini.
"Ini memberikan kontribusi untuk rupiah terkoreksi pada hari ini," kata Adhy kepada Katadata.co.id, Rabu (13/5).
The Fed tengah kembali menghadapi tekanan dari Presiden AS Donald Trump yang meminta suku bunga acuan Bank Sentral AS ke level negatif. "Saat negara lain menerima manfaat dari bunga negatif, AS juga harus menerima hadiah," tulis Trump dalam akun twitter resminya, kemarin.
Di sisi lain, The Fed berencana membeli dana yang diperdagangkan di bursa obligasi ETF untuk pertama kalinya. Dengan demikian, akan lebih banyak stimulus ke depan guna mendukung perekonomian Negeri Paman Sam di tengah pandemi.
(Baca: The Fed: AS Butuh Lebih Banyak Stimulus Fiskal Lawan Dampak Corona)
Saat berita ini ditulis, indeks dolar AS menguat 0,02% ke level 99.96. Namun, dolar AS justru terpantau melemah 0,06% dibanding euro, turun 0,04% terhadap pound Inggris, 0,05% terhadap dolar Kanada, dan 0,04% dibanding franc Swiss.
Adhy pun menilai rupiah berpotensi melemah kembali melampaui level psikologis Rp 15 ribu per dolar AS. "Range transaksi ada di kisaran Rp 14.800-15.125 per dolar AS," tutupnya.