Lima Negara Maju yang Terancam Resesi Ekonomi Akibat Pandemi Corona

123RF.com/alphaspirit
Ilustrasi resesi. AS, Tiongkok, Inggris, Jerman, dan Australia terancam mengalami resesi ekonomi tahun ini.
4/6/2020, 18.39 WIB

Inggris juga berpeluang mengalami resesi. PDB negara ini pada kuartal I 2020 terkontraksi 2%. Memperpanjang kondisi buruk pertumbuhan PDB-nya yang pada kuartal IV tahun lalu tumbuh 0%. Kontraksi ini, menurut Deputi Nasional Bidang Ekonomi Badan Statistik Inggris Jonathan Athow, dipengaruhi anjloknya sektor jasa dan konstuksi.

Keseluruhan sektor jasa mengalami kontraksi sebesar 1,9% dengan jasa akomodasi dan makanan paling turun, yakni 9,5%. Sementara sektor konstruksi mengalami konstruksi sebesar 2,6% atau tertinggi.

Bank sentral Inggris, seperti dikutip The Independent, telah memperingatkan kemungkinan kontraksi ekonomi sebesar 30% pada musim panas ini. Kemungkinan lebih buruk adalah kontraksi sebesar 14% sampai akhir tahun. Angka ini adalah yang terburuk sejak 1706. Sarannya, adalah segera mengizinkan kegiatan ekonomi ketika lockdown telah dilonggarkan agar bisa cepat menggeliatkan ekonomi.  

Terakhir adalah Australia yang menghadapi resesi ekonomi pertama setelah 29 tahun. Pertumbuhan ekonomi negara ini terkontraksi sebesar 0,3% pada kuartal I 2020, menurut Badan Statistik Australia. Treasurer Josh Frydenberg, seperti dilansir Rappler, mengatakan kontraksi PDB masih berpeluang terjadi pada kuartal II dan menjadi pertanda resesi.

Frydenberg menyatakan, resesi dipicu karantina wilayah untuk menekan covid-19 dan terdisrupsinya arus pasok global. Namun, ia mengatakan negara Kangguru telah berupaya menghalau resesi dengan memberi stimulus untuk mendorong konsumsi tetap berjalan selama lockdown. Hanya, hasilnya seperti masih jauh api dari panggang.

Kaixin Owyong dari Bank Nasional Australia memprediksi perekonomian Australia akan terkontraksi sebesar 8,4% pada kuartal II tahun ini. Kondisi tersebut bisa tertolong dengan pelonggaran lockdown dan kemungkinan pertumbuhan ekonomi bakal naik di kuartal III.

(Baca: BI Ramal Peningkatan Risiko Resesi Global Pada Kuartal II dan III 2020)

Dunia Bisa Jatuh ke Depresi Lebih Besar

Profesor Ekonomi Universitas New York, Nouriel Roubini atau kerap dipanggil Dr. Doom memprediksi resesi ekonomi yang terjadi saat ini akan berubah menjadi kejatuhan besar alias Greater Depression. Hal ini disampaikannya kepada Joe Weisenthal dan Tracy Allowas dari Bloomberg dalam satu edisi wawancara, 6 Mei lalu.

Roubini menyatakan pemulihan krisis tahun ini bisa mengarah kepada bentuk kurva ‘U’. Namun dalam satu dekade ke depan bisa membentuk kurva ‘L’.

“Prediksi ini tidak berdasar model ekonometrik formal. Karena dalam pemahaman saya hal itu tak berguna ketika berada dalam jurang resesi,” kata Roubini.

Sebaliknya, Roubini mengaku prediksinya melihat dinamisasi ekonomi atas kebiasaan sektor privat, rumah tangga dan korporasi. Begitupun respons kebijakan negara terhadap pandemi, seperti AS yang menurutnya saat ini sudah kuat tapi lebih lemah ketimbang Eropa dan Jepang.

Roubini menilai, kondisi saat ini bisa mengarah kepada negative supply shock dan deglobalisasi setelah pandemi berakhir. Karena banyak negara yang akan berlaku egois dengan mengetatkan tarif, melakukan proteksi, dan memprioritaskan produknya untuk kebutuhan dalam negeri. Perang dingin pun semakin membeku antara AS dan Tiongkok yang berpengaruh kepada rantai perekonomian global.

Roubini bahkan menyebut akan terjadi stagflasi, yaitu “kombinasi dari stagnansi ekonomi, resesi, dan inflasi yang tinggi.”

“Beda resesi sekarang dengan krisis sebelumnya dan depresi besar adalah keduanya berjalan lebih lambat. Butuh 3 tahun untuk menjadi seperti sekarang,” kata Roubini. “Kini dunia seperti dihantam asteroid. Semua negara terkena dalam waktu singkat.”

(Baca: Ancaman Resesi Dunia dan Upaya Mengatasinya)

Halaman: