Siasat Otoritas Memangkas Bunga Kredit Demi Atasi 'Credit Crunch'

deniskot/123rf
Ilustrasi. OJK mencatat penyaluran kredit terkontraksi 2,4% pada tahun lalu.
Penulis: Agustiyanti
2/2/2021, 17.13 WIB

Asesmen SBDK akan menjadi referensi bagi debitur. Namun, menurut dia, suku bunga bukan menjadi satu-satunya alasan nasabah memilih bank dalam mengajukan pinjaman. Ada sejumlah faktor lain yang turut menjadi pertimbangan nasabah.

Menurut dia, saat ini suku bunga perbankan juga konsisten memperlihatkan tren penurunan di semua jenis kredit. Sepanjang tahun lalu, suku bunga dasar kredit modal kerja telah turun 88 bps menjadi 8,88%, kredit investasi turun 102 bps menjadi 9,21%, dan kredit konsumsi turun 65 bps menjadi 10,97%.

Suku bunga dasar kredit pada semua segmen kredit juga telah berada dikisaran satu digit. Rata-rata suku bunga kredit ritel 8,8%, korporasi 8,75%, KPR 8,36%, kredit konsumsi non-KPR 8,69%, dan Mikro 7,33%.

Wimboh menjelaskan, profil risiko perbankan terjaga meski diterpa dampak pandemi Covid-19. Kinerja perbankan dan perusahaan keuangan nonbank pada tahun lalu anjlok, tercermin dari laba yang turun 30% hingga 40%.

Kinerja laba yang anjlok antara lain terjadi karena restrukturisasi kredit yang dilakukan perbankan mencapai Rp 971 triliun hingga akhir tahun lalu. Rata-rata debitur perbankan meminta penundaan pembayaran bunga dan pokok.

"Penurunan laba ini sudah kami prediksi, tidak apa-apa. Namun, kami bersama-sama ingin agar sektor keuangan pulih dengan berbagai kebijakan," kata dia.

OJK, antara lain memberikan ruang yang lebih leluasa bagi masyarakat untuk mengakses pembiayaan dari sisi suplai. Wimboh siap melonggarkan aturan ATMR (aset tertimbang menurut risiko) dan BMPK (batas maksimal pemberian kredit) untuk sektor-sektor pengungkit ekonomi seperti perumahan, kendaraan bermotor, dan kesehatan.

"Sektor-sektor itu kami dorong karena jika nanti tenaga kerja sudah mulai kembali bekerja, mereka dapat lebih cepat mengangsur motor, rumah, dan mobil sehingga lebih cepat mendorong perekonomian," katanya.

Penyaluran kredit, menurut dia, sebenarnya saat ini sudah mulai tumbuh pada segmen UMKM. Namun, penyaluran kredit pada sektor korporasi turun seiring 200 debitur perusahaan besar yang memilih menurunkan baki debet kreditnya mencapai Rp 61,9 triliun pada Desember 2020.

"Mereka tidak memerlukan kredit perbankan sebesar saat normal terutama modal kerja karena operasionalnya memang belum pulih," katanya.

Kebijakan-kebijakan yang disiapkan KSSK, menurut dia, diharapakan akan menjadi insentif bagi perusahaan-perusahana besar untuk kembali berekspansi saat permintaan masyarakat mulai membaik sejalan dengan vaksinasi yang mulai dilaksanakan. Tanda-tanda perbaikan ekonomi, menurut Wimboh sudah ada. Penyaluran kredit pada Desember sebenarnya sudah tumbuh dibandingkan November. Konsumsi juga mulai meningkat.

"Ini masalah waktu. Perusahaan-perusahaan besar akan gegap gempita untuk pulih kembali," ujarnya.

Ekonom Chatib Basri menjelaskan, kebijakan moneter tidak sepenuhnya efektif untuk memulihkan ekonomi dalam kondisi saat ini. Langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah mendorong konsumsi. "Kalau hanya didorong sisi suplai, perusahaan produksi tapi tidakada yang beli, akibatnya kredit tidak balik dan menjadi NPL," ujar Chatib dalam Webinar Mandiri Sekuritas, akhir pekan lalu. 

Ia menjelakan kebijakan untuk mendorong konsumsi harus diutamakan. Jika konsumsi membaik, investasi juga akan terdorong sehingga perekonomian akan pulih lebih cepat. Sementara jika kebijakan terkait investasi lebih diutamakan, konsumsi akan pulih tetapi lebih lambat memberikan daya dukung terhadap perekonomian. 

Untuk itu, menurut dia, vaksinasi menjadi game changer bagi pemulihan ekonomi di tahun ini. Vaksinasi akan mendorong kepercayaan masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi sehingga pemulihan ekonomi dapat terakselerasi. 

"Jika lebih banyak orang divaksin pada semester II akan lebih banyak masyarakat yang confidence untuk melakukan aktivitas ekonomi sehingga ekonomi akan pulih cepat. Namun dengan catatan, tidak ada lonjakan kasus," ujarnya. 

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria