Impor Jelang Ramadan Melonjak, Apa Saja Pemicunya?

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Ilustrasi. Kenaikan impor pada Maret, antara lain terjadi pada barang konsumsi.
15/4/2021, 14.22 WIB

Badan Pusat Statistik mencatat, impor pada Maret 2021 melonjak dibandingkan bulan sebelumnya maupun periode yang  sama tahun lalu, antara lain karena persiapan Ramadan dan Lebaran. Kenaikan impor antara lain terjadi pada barang konsumsi, seperti kurma yang naik 14,7%. 

"Menjelang lebaran, impor kurma ini naik karena Indonesia tidak memproduksi," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam Konferensi Pers Pengumuman Ekspor dan Impor Maret 2021, Kamis (15/4).

Dia memerinci, impor kurma naik dari US$ 14,9 juta pada Februari 2021 menjadi US$ 17,1 juta pada Maret. Kenaikan impor tersebut sudah dimulai sejak Januari tahun ini yang saat itu mencapai US$ 10,3 juta.

Suhariyanto menyebutkan, Indonesia mengimpor kurma dari Mesir, Tunisia, dan Arab Saudi. "Ketiganya ini merupakan pengimpor terbesar kurma ke negara kita," kata dia.

Ia menjelaskan, kenaikan impor yang mencapai 26,55% mtm  atau 25,73% yoy menjadi US$ 16,79 miliar pada bulan lalu dipengaruhi oleh langkah pengusaha mengantisipasi kenaikan konsumsi menjelang Ramadan dan Lebaran. Impor barang konsumsi mencapai US$ 1,41 miliar, naik 15,51% dibandingkan Februari atau 13,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

Peningkatan impor barang konsumsi, terutama terjadi pada komoditas makanan dan minuman. Dengan perkembangan tersebut, Suhariyanto berharap konsumsi masyarakat bisa terkerek. "Sehingga dapat berpengaruh kepada data pertumbuhan ekonomi kuartal I 2021," kata dia.

Namun, ia belum mau membocorkan kisaran angka pertumbuhan ekonomi kuartal I 2021 yang akan dirilis pada 5 Mei. Pemerintah memproyeksikan ekonomi RI pada periode tersebut tumbuh di rentang minus 1-0,1%.

Menjelang Lebaran, lebih dari 34 ribu ton daging sapi dan kerbau impor juga akan masuk ke Indonesia selama periode April hingga Mei. Impor dilakukan untuk menutup stok daging nasional yang saat ini masih mengalami defisit.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Syailendra mengatakan bahwa impor daging dilakukan untuk menjaga keseimbangan harga pasar dan menutupi kekurangan stok daging pada bulan Mei. Impor tersebut diharapkan bisa masuk sebelum lebaran.

“Dari 80.000 ton penugasan, informasinya di Maret akan masuk 2.772 ton, di April 20.000 ton dan Mei 14.000 ton. Kami harapkan yang Mei ini masuk sebelum hari raya, karena kalau setelah hari raya sudah lewat momennya,” ujarnya pada diskusi virtual bertajuk 'Mahalnya Harga Daging Sapi dan Kerbau, Apa Solusinya?', Senin (29/3).

Dia menyebutkan pada tiga bulan ke depan akan ada peningkatan kebutuhan konsumsi daging sapi dari 52.156 ton pada Maret, menjadi 59.979 ton pada April, dan 76.769 ton Mei. Oleh karena itu rencana impor daging beku ini harus terlaksana sesuai jadwal untuk menjaga stok dan stabilitas harga.

Selain itu, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan impor beras sebanyak 1 juta ton menjelang lebaran. Impor dilakukan untuk menjaga ketersediaan stok beras domestik dalam dalam jumlah aman.

Dalam paparannya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, impor sebesar 1 juta ton terdiri dari 500 ribu ton untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 500 ribu ton sesuai kebutuhan Perum Bulog. Tambahan beras dari luar negeri itu dinilai perlu untuk menjaga stok beras nasional dengan memperhitungkan kebutuhan bansos bagi warga terdampak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), korban banjir, dan pandemi Covid-19.

Reporter: Agatha Olivia Victoria