Kementerian Keuangan mengusulkan pagu indikatif anggaran tahun 2022 Rp 43,19 triliun, turun dibandingkan anggaran tahun ini Rp 46,28 triliun. Angka tersebut, termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Badan Layanan Umum (BLU).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, terdapat lima program yang akan dijalankan dengan anggaran tersebut. "Program-program itu merupakan turunan dari visi dan misi presiden dengan tujuh prioritas nasional," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis (10/6).
Kelima program yang dimaksud, pertama, kebijakan fiskal yang akan memakan biaya Rp 27 miliar. Kedua, pengelolaan penerimaan negara Rp 3,21 triliun. Ketiga pengelolaan belanja negara Rp 18,38 miliar. Keempat, pengelolaan perbendaharaan, kekayaan negara dan risiko Rp 144,1 miliar. Kelima, dukungan manajemen Rp 39,79 triliun.
Berdasarkan fungsinya, pagu indikatif 2022 akan meliputi pelayanan umum Rp 39,75 triliun, ekonomi Rp 189,51 miliar, dan pendidikan Rp 3,26 triliun. Sementara menurut sumber dananya, pagu indikatif Kemenkeu terdiri dari rupiah murni Rp 33,62 triliun, PNBP Rp 7,09 triliun, dan BLU Rp 9,56 triliun.
Dari kelima program Kemenkeu pada tahun 2022, Sri Mulyani menyebutkan bahwa terdapat usulan 52 proyek unggulan tingkat kementerian. Beberapa proyek tersebut antara lain, Rancangan Undang-Undang (RUU) Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah dan turunannya, perubahan pelayanan pajak ke arah digital, kebijakan penganggaran terkait perbaikan ekosistem Jaminan Kesehatan Nasional, implementasi Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) secara nasional, dan CEISA 4.0 : Data Driven Organization Platform.
Pagu indikatif yang diajukan Sri Mulyani untuk tahun depan turun dibandingkan anggaran tahun ini yang telah dipangkas Rp 46,28 triliun. Hingga awal Juni 2021, realisasi anggaran Kementerian Keuangan mencapai 24,69 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan, penyerapan anggaran kementeriannya cukup baik selama ini. Di tengah pandemi tahun lalu, penyerapannya bahkan mencapai Rp 62,08 triliun atau 94,66%. "Angka itu meningkat 10,25% dari realisasi pada tahun sebelumnya yang mencapai 85,68% dari alokasi," katanya.
Secara perinci, realisasi itu meliputi belanja pegawai Rp 19,94 triliun atau 94,3% dari pagu Rp21,14 triliun, belanja barang Rp 40,48 triliun atau 94,48% dari pagu Rp 42,48 triliun, dan belanja modal Rp 1,65 triliun atau 96,11% dari pagu Rp 1,72 triliun.
Pemerintah menjanjikan defisit APBN akan turun bertahap mulai dari tahun 2021. Untuk mencapainya, berbagai belanja kementerian/lembaga yang tidak mendesak akan dipangkas.
Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) pernah mengingatkan bahwa tantangan yang dihadapi Indonesia setelah pandemi adalah mengembalikan rasio defisit fiskal ke 3% pada tahun 2023. Konsolidasi fiskal di Indonesia diperkirakan berjalan secara gradual dengan defisit fiskal yang menyempit pada 2021 menjadi 5,7% terhadap PDB dan 4,2% PDB pada 2022. "Pemerintah harus komitmen untuk mengembalikan disiplin fiskal, meskipun ketidakpastian akibat pandemi masih sangat tinggi," tulis S&P dalam keterangan resminya, pertengahan bulan April 2021.
Langkah komprehensif pemerintah dalam penanganan Covid-19 dianggap lembaga tersebut mampu meredam dampak sosio-ekonomi yang lebih dalam. S&P memproyeksikan ekonomi Indonesia akan pulih dan tumbuh 4,5% pada tahun 2021 dan 5,4% pada 2022.