Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 212,9 triliun untuk belanja lain-lain dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022. Alokasi anggaran ini naik 128% dari outlook tahun ini Rp 93,2 triliun dan melampaui alokasi belanja modal dan belanja bantuan sosial.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menilai, penebalan anggaran belanja lain-lain dapat dipahami sebagai langkah pemerintah untuk mengantisipasi situasi yang tidak diharapkan di masa mendatang. Namun Faisal juga menilai langkah tersebut rawan ditumpangi pihak-pihak yang akan menyalahgunakan anggaran.
"Menekan anggaran lain-lain tujuannya untuk meminimalisir penyalahgunaan anggaran karena ini sangat mungkin terjadi, apalagi dari sisi peruntukan yang tidak jelas dan kita sudah lihat dari pengalaman sebelum-sebelumnya," kata Faisal kepada Katadata.co.id, Selasa (24/8).
Hal tersebut semakin rentan mengingat kondisi pengawasan yang sedang rapuh. Menurut dia, potensi penyalahgunaan bisa terjadi bahkan pada alokasi belanja yang sudah jelas peruntukannya. Faisal memberikan contoh kasus penyalahgunaan bantuan sosial. Hal tersebut mempengaruhi efektifitas penanganan pandemi, karena angaran justru kontraproduktif.
Ia juga menyoroti peningkatan anggaran lain-lain yang juga menunjukkan kelemahan dari sisi perencanaan penganggaran yang dibuat pemerintah. "Mestinya biaya lain-lain yang tidak terdefisini peruntukannya bisa ditekan serendah mungkin. Kalau perencanaan yang baik itu biasanaya masing-masing pos sudah jelas peruntukannya," kata Faisal.
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengatakan, kenaikan anggaran untuk belanja lain-lain pada RAPBN 2022 lebih dari 1.700% dari posisi APBN sebelum pandemi yakni 2019 sebesar Rp 11,7 triliun. Dia memperkirakan penggunaannya akan mengalir ke belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) atau penambahan belanja subsidi.
"Ini sebagai strategi pemerintah, namun menceritakan bahwa ketidakpastian dari tahun 2022 itu semakin tinggi dibandingkan tahun ini," ujar Faisal dalam sebuah diskusi virtual, Jumat (20/8).
Di sisi lain, Faisal juga menyoroti anggaran untuk belanja modal justru naik tipis hanya 10% dari posisi sebelum pandemi. Dalam RAPBN 2020, anggara belanja modal pemerintah pusat sebesar Rp 196,6 triliun. Nilai ini naik dari APBN 2019 sebesar Rp 177,8 triliun namun turun dari outlook 2021 sebesar Rp 215,1 triliun.
"Ini artinya ruang gerak pemerintah untuk ekspansi pada fokus-fokus program prioritas menjadi sangat terbatas," ujar Faisal.
Pemerintah menyediakan anggaran belanja pemerintah pusat tahun depan sebesar Rp 1.938,2 triliun. Anggaran untuk belanja lain-lain yang biasanya lebih rendah dari belanja bantuan sosial dan belanja modal, dalam RAPBN 2022 posisinya berbalik. Belanja lain-lain mencakup hampir 11% dari total belanja pemerintah pusat tahun depan.
Penurunan belanja modal 2022 dari tahun ini juga berbanding terbalik dengan pembayaran bunga utang tahun depan yang melonjak ke level tertingginya yakni Rp 405, triliun. Pengeluaran ini merupkana belanja kedua terbesar, hanya berada di bawah belanja pegawai Rp 426,7 triliun. Pembayaran utang pemerintah pusat naik hampir 11% dari outlook tahun ini, dan 47% dari posisi APBN 2019.