Pemerintah dan Komisi XI DPR telah menyepakati Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) untuk dibawa ke Sidang Paripurna dan disahkan menjadi undang-undang. Dalam pembahasan yang sebagian besar digelar tertutup, RUU ini berganti nama menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Kesepakatan ini dicapai dalam rapat kerja antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Komisi XI DPR pada Rabu (29/9). Sri Mulyani mengatakan, RUU ini merupakan upaya pemerintah mendorong reformasi struktural di bidang perpajakan.
“RUU ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari rangkaian panjang reformasi perpajakan yang telah dan sedang dilakukan, baik reformasi administrasi maupun reformasi kebijakan, dan akan menjadi batu pijakan yang penting bagi proses reformasi selanjutnya,” ujar Sri Mulyani dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, Kamis (30/9).
Pemerintah berkomitmen mewujudkan kembali APBN yang sehat dengan defisit di bawah 3 % pada 2023. Untuk merealisasikan hal tersebut, di samping memperbaiki belanja dengan spending yang lebih baik, pemerintah mengoptimalkan penerimaan negara. Harapannya, kata Sri Mulyani, tujuan dan target pembangunan tidak dikorbankan.
Menurut dia, RUU ini dibentuk dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan, insklusif, dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi. RUU ini juga hendak mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum.
Demikian pula dalam membenahi reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis perpajakan. “Selain itu, RUU ini diharapkan terus meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak,” kata Sri Mulyani.
Keyakinannya sejalan dengan beberapa poin RUU yang telah disepakati. Sebagai contoh yakni pengenaan pajak atas natura, pengaturan mengenai tindak lanjut atas putusan Mutual Agreement Procedure (MAP), pengaturan kembali besaran sanksi administratif dalam proses keberatan dan banding, serta penyempurnaan beberapa ketentuan di bidang penegakan hukum perpajakan.
RUU ini, menurut Sri Mulyani, juga akan memperkuat reformasi administrasi perpajakan. Hal ini seiring dengan rencana implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP untuk Wajib Pajak orang pribadi, memperkuat posisi Indonesia dalam kerja sama internasional, dan memperkenalkan ketentuan tarif PPN final.
Perluasan basis pajak sebagai faktor kunci dalam optimalisasi penerimaan pajak juga akan dapat diwujudkan melalui RUU ini. Beleid akan mengatur kembali tarif PPh orang pribadi dan badan, penunjukan pihak lain untuk memotong, memungut, menyetor, dan atau melaporkan pajak, pengaturan kembali fasilitas PPN, kenaikan tarif PPN, implementasi pajak karbon, dan perubahan mekanisme penambahan atau pengurangan jenis barang kena cukai.
Sri Mulyani meyakini, RUU ini memberikan manfaat dalam membangun sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel. “Implementasi berbagai ketentuan yang termuat dalam RUU ini diharapkan akan berperan dalam mendukung upaya percepatan pemulihan ekonomi dan mewujudkan perekonomian yang berkelanjutan,” kata Menkeu.