Pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) pada kuartal III 2021 diperkirakan akan melambat. Perlambatan terutama disebabkan tertekannya konsumsi rumah tangga akibat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejak awal Juli.
Pada kuartal II tahun ini, ekonomi Indonesia tumbuh 7,07% year-on-year (yoy) yang sekaligus mengakhiri tren kontraksi sejak kuartal II tahun 2020.
Sebagai informasi, pemerintah memberlakukan PPKM Darurat pada 3 Juli yang kemudian berubah nama menjadi PPKM Level 4.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan ekonomi kuartal III 2021 hanya akan tumbuh di kisaran 3,48% yoy, kurang dari separuh realisasi kuartal sebelumnya.
Komponen konsumsi rumah tangga dan investasi (PMTB) yang berkontribusi besar terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) diperkirakan juga melambat.
"Perlambatan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh penurunan mobilitas masyarat sepanjang kuartal ketiga, mengingat pemerintah memberlakukan PPKM pada periode tersebut," kata Josua kepada Katadata, Kamis (4/11).
Konsumsi rumah tangga diperkirakan hanya akan tumbuh 3,44%, dari pertumbuhan 5,93% pada kuartal II.
Perlambatan terindikasi dari indeks keyakinan konsumen (IKK) sepanjang Juli-September terus berada di bawah 100 poin yang menunjukkan sentimen pesimistis.
Dari sisi konsumsi durable goods alias barang tahan lama, pertumbuhan penjualan mobil ritel tercatat naik tumbuh 82% secara yoy, tetapi melambat dari kuartal sebelumnya 194%.
Begitu juga penjualan motor yang melambat dari pertumbuhan 269 yoy, menjadi 32% sepanjang Juli-September.
Meski begitu, indikasi pertumbuhan konsumsi terlihat dari impor barang konsumsi yang tercatat tumbuh positif sebesar 54,7% secara yoy.
Kinerja tersebut lebih baik dari pertumbuhan 31,5% pada kuartal sebelumnya.
Seperti diketahui, konsumsi menyumbang hampir 56% ke pertumbuhan ekonomi nasional. Karena itulah, naik turunnya konsumsi akan sangat berpengaruh terhadap laju PDB Indonesia.
Investasi yang pada kuartal III diramal tumbuh 5,6% secara yoy, juga melambat dari 7,54% pada kuartal sebelumnya.
Perlambatan terindikasi dari konsumsi semen yang hanya tumbuh 3,3% yoy, lebih kecil dari kuartal sebelumnya yang berhasil tumbuh 12,2%.
Penjualan alat berat sepanjang berhasil melesat 179% yoy, lebih tinggi dari 107,3% pada kuartal sebelumnya.
Josua mengatakan ini menunjukkan bahwa subkomponen investasi non-bangunan masih cukup bergeliat.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi pada kuartal III Tahun 2021 mencapai Rp 216,7 triliun.
Realisasi tersebut naik 3,7% dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, dibandingkan kuartal sebelumnya (q to q), turun 2,8%.
Konsumsi pemerintah yang pada kuartal sebelumnya terus tumbuh positif, pada kuartal III diramal terkontraksi 2,72%, jatuh dari pertumbuhan 8,1% pada kuartal sebelumnya.
Josua mengatakan penyebabnya karena belanja pemerintah pada periode tersebut terkontraksi 17,5% yoy, dari kuartal sebelumnya berhasil tumbuh 5%.
"Laju pertumbuhan belanja barang, belanja modal dan belanja pegawai cenderung melambat dari laju pertumbuhannya pada kuartal sebelumnya. Hanya belanja pembayaran bunga utang yang tercatat meningkat," ujarnya.
Jika konsumsi rumah tangga dan investasi diperkirakan masih melambat. Hal sebalilnya terjadi di ekspor. Net-ekspor juga diperkirakan tumbuh solid sejalan dengan laju pertumbuhan ekspor non-migas yang meningkat.
Kondisi ini ditopang oleh tren kenaikan harga komoditas global.
Senada dengan Josua, Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky juga memperkirakan pertumbuahn ekonomi pada kuartal III akan lebih lambat dari kuartal sebelumnya. Ia memperkirakan pertumbuhan sebesar 3,9%-4,3%.
Riefky mengatakan PPKM memukul pertumbuhan ekonomi pada komponen konsumsi rumah tangga dan investasi.
Kendati demikian, ini dikompensasi dengan perbaikan pada komponen perdaganagn internasional.
"Kenaikan harga komoditas baru-baru ini berpotensi meningkatkan PDB melalui ekspor pada periode kuartal ketiga tahun 2021," ujar Riefky dalam keterangannya diterima Katadata.
Riefky mengatakan percepatan ekspor sepanjang tahun terutama disumbang oleh tingginya harga komoditas, khususnya CPO dan batu bara.
Lonjakan permintaan datang dari mitra dagang utama RI seperti Cina dan India. Selain itu, pendorong utama kinerja ekspor juga karena permintaan global yang mulai pulih,
Di sisi lain, impor sepanjang Januari-September juga mengalami peningkatan sebesar 134% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Meskipun impor yang lebih tinggi terutama disumbang oleh harga minyak mentah yang tinggi, pemulihan permintaan global juga mendukung peningkatan jumlah barang impor pada tahun 2021.
"Pertumbuhan ekspor yang lebih cepat menyebabkan surplus perdagangan yang tercatat hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan surplus pada periode yang sama tahun lalu," ujar Riefky.
Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV
Pertumbuhan ekonomi diramal akan semakin kuat memasuki akhir tahun.
Josua memperkirakan perekonomian pada kuartal IV akan tumbuh di kisaran 4,5%-5%.
Konsumsi rumah tangga dan investasi juga akan tumbuh semakin kuat seiring relaksasi PPKM di sejumlah wilayah.
"Tetapi rangenya masih di kisaran itu dulu, karena kita masih perlu memastikan bahwa di bulan Desember nanti tidak terjadi lonjakan yang signifikan dari kasus Covid-19," kata Josua.
Meski demikian, net-ekspor pada kuartal terakhir tahun ini diperkirakan bakal lebih kecil dari kuartal ketiga.
Hal ini dipengaruhi tren peningkatan ekspor pada kuartal sebelumnya mungkin akan mulai melemah seiring harga komoditas yang mulai berangsur turun.
Di sisi lain, meningkatnya konsumsi dan investasi mendorong aktivitas impor akan meningkat.
Sejalan dengan ekspektasi berlanjutnya perbaikan pada kuartal IV, ditopang pertumbuhan yang signifikan pada kuartal II yang lalu, Josua juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi keselurhan tahun di kisaran 3,4%-3,8%.