BI Andalkan Rupiah Digital untuk Membendung Kripto, Ini Rencananya

Youtube/Komisi XI DPR
Asisten Gubernur BI Juda Agung saat mengikuti uji kepatutan dan kelayakan sebagai calon Deputi Gubernur BI di hadapan komisi XI DPR RI pada Selasa (30/11)
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
30/11/2021, 17.52 WIB

Bank Indonesia (BI) tengah menggodok rencana penerbitan mata uang digital sejalan dengan langkah bank-bank seentral negara lainnya. Asisten Gubernur BI bidang KebijakanMakroprdusensial Juda Akbar mengungkapkan, rencana peluncuran rupiah digital ini adalah respons bank sentral terhadap eksistensi kripto yang kian masif.

Juda merupakan salah satu calon Deputi Gubernur BI yang baru. Dalam sesi fit and proper test dengan Komisi XI, ia mendapatkan pertanyaan dari DPR terkait sikap dan peranan BI merespon keberadaan mata uang kripto serta tindak lanjut rencana mata uang digital.

"Mata uang digital bank sentral sebgai salah satu upaya untuk mengatasi penggunaan kripto dalam transaksi perekonomian," kata Juda di depan anggota Komisi XI DPR RI, Selasa (30/11).

Juda meyakini rupiah digital akan mendapatkan kepercayaan lebih besar dari masyarakat ketimbang ketimbang kripto karena diterbitkan dan dikendalikan langsung oleh bank sentral. Meski demikian, menurut dia, kripto belum begitu berkembang karena mayoritas hanya dipakai sebagai instrumen investasi dan hanya sebagian kecil yang sudah menggunakannya untuk bertransaksi.

Ia mengatakan, sikap BI sebenarnya sudah cukup jelas terkait keberadaan kripto. BI melarang seluruh anggota yang masuk dalam sistem pembayaran BI untuk memfasilitasi transaksi kripto.

Juda tampaknya menunjukkan sikap yang lebih keras terhadap perdagangan kripto. Ia menyarankan perlunya pengkajian ulang terkait pengawasan dan bursa kripto yang selama ini di bawah pemantauan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

"Sekarang kripto ini di bawah Bappebti. Ini yang harusnya dikaji di RUU  Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Kalau seperti saat ini, kripto seolah sebagai komoditas, padahal implikasinya cukup signifikan kepada sistem keuangan," kata Juda.

Pernyataan Juda terkait kripto tersebut disampaikan setelah dicecar oleh sejumlah angggota Komisi XI DPR RI terkait pandangannya terhadap keberadaan kripto yang kian eksis.

"Kripto ini berkembang luar biasa. Ini tidak bisa dibendung lagi, masyarakat kita sangat luar biasa antisipasi, saya takut yang menyangkut ilegal dan hal-hal yang bisa merugikan masyarakat," kata Anggota Komisi XI DPR RI fraksi Golkar Muhidin Mohamad Said.

Dalam laporan Kajian Stabilitas Keuangan yang dirilis BI bulan lalu, jumlah investor kripto pada Juni 2021 diperkirakan telah mencapai kurang lebih 6,5 juta. Jumlah ini bahkan dua kali lebih banyak dibandingkan investor pasar saham yang mencapai sekitar 2,4 juta investor. Kendati demikian, nilai transaksi kripto ini diperkirakan masih jauh di bawah transaksi harian di pasar saham.

Rencana Mata Uang Digital

Adapun terkait rencana penerbitan mata uang digital BI, Juda mengungkapkan terdapat empat tujuan utama dari penerbitan mata uang digital ini.

  1. Menjaga kedaulatan mata uang sebuah negara, dalam hal ini rupiah Indonesia.
  2. Merespons semakin banyaknya transaksi digital.
  3. Menjaga efektivitas kebijakan moneter dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
  4. Mendorong inklusi keuangan.

"Detil spesifikasi digital rupiah ini tentu masih didalami di BI. Ada dua opsi pendekatan (mekanisme distribusi) yakni one tier atau secara langsung atau two tier atau secara tidak langsung," kata Jodi.

Dengan skema one-tier, rupiah digital bisa didistirbusikan langsung dari bank sentral kepada masyarakat atau perusahaan. Sementara dengan skema two-tier, maka rupiah digital akan didistribusikan terlebih dulu kepada perbankan, kemudian baru disalurkan kepada masyarakat. Juda menilai skema kedua lebih tepat pasalnya mirip dengan mekanisme pendistribusian uang kartal dan uang logam saat ini.

Selain itu, Juda mengatakan penerbitan rupiah digital kemungkian juga akan diberlakukan secara bertahap. Ini untuk menghindari beberapa risiko jika implementasinya diberlakukan langsung secara penuh.

"Misalnya 20% dari uang kartal yg beredar, sehingga tidak full menggantikan, jadi ada uang kertas, logam dan uang digital. Itu untuk mengurangi risko misal terjadi listirk mati," kata Juda.

Reporter: Abdul Azis Said