Kementerian Keuangan mencatat penerimaan negara dari bea keluar hingga April 2022 sudah mencapai Rp 14,51 triliun. Realisasi ini mencapai 245% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sepanjang tahun ini yang dipatok Rp 5,92 triliun ditopang kinerja ekspor yang moncer.
"Bea keluar mengalami kenaikan tinggi 102% dari tahun sebelumnya yang sudah melonjak, ini terutama untuk barang tembaga dan mineral serta CPO," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA, Senin (23/5).
Dia mengatakan, penerimaan bea keluar dari tembaga melesat 162,2% dibandingkan tahun lalu. Kinerja ini didukung peningkatan pada volume ekspor tembaga dan tingginya harga di tingkat global.
Sumbangan cukup besar juga dari bea keluar untuk ekspor CPO dan turunannya yang tumbuh 90,2% dari tahun lalu. Kenaikan terutama didukung penerapan tarif bea keluar maksimal dan pengenaan bea keluar pada produk turunnya.
"Tentu kemarin dengan adanya pelarangan ekspor CPO, penurunannya akan mulai terlihat di bulan Mei, tapi kita berharap dengan pemulihan kembali kebijakannya, akan bisa mengembalikan lagi tren penerimaan dari bea keluar CPO kita," ujarnya.
Pemerintah sempat memberlakukan larangan ekspor selama tiga pekan sejak akhir April 2022 hingga pekan lalu. Kemenkeu sebelumnya sempat menghitung hilangnya penerimaan kepabeanan sebesar Rp 900 miliar per bulan akibat kebijakan tersebut.
Bukan hanya ekspor, kinerja impor yang juga membaik turut mempengaruhi penerimaan dari sisi bea masuk. Penerimaan dari bea masuk selama empat bulan pertama tahun ini sudah mencapai Rp 15,31 triliun atau 43,5% dari target dalam APBN.
Penerimaan dari bea masuk tumbuh 33,2% dibandingkan tahun lalu. Realisasi ini ditopang oleh peningkatan kinerja impor nasional yang tumbuh 28,5% sebagai dampak membaiknya ekonomi nasional.
Kenaikan bea masuk yang sejalan dengan pertumbuhan impor terutama dari sektor perdagangan dan sektor industri. Kinerja moncer setoran dari sektor perdagangan utamanya berasal dari bea masuk atas gas dan kendaraan. Sementara, dari sektor industri pengolahan ditopang oleh naiknya impor barang prapabriksi dan gula.
BPS mencatat nilai impor Indonesia selama Januari-April 2022 mencapai Rp 76,58 triliun atau tumbuh 28,51% dibandingkan tahun lalu. Khusus komoditas non-migas, nilai impornya sebesar Rp 64,14 triliun dengan pertumbuhan 22,34% dibandingkan tahun lalu.
Selain dari sisi kepabeanan, penerimaan pajak dari aktivitas impor juga tumbuh kuat. Penerimaan dari Pajak pertambahan Nilai (PPN) impor tumbuh 40,22% sebesar Rp 78,38 triliun. Pajak penjualan Barang mewah (PPnBM) sebesar Rp 1,32 triliun atau tumbuh 33,54% dan Pajak penghasilan (PPh) 22 impor yang melesat 172,82% menjadi Rp 24,45 triliun.