Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat jumlah harta yang diungkapkan dalam Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Tax Amnesty jilid 2 hingga pagi ini, Selasa (7/6) mencapai Rp 131,4 triliun. Jumlah wajib pajak yang ikut sebanyak 63.508 dengan 74.675 surat keterangan.
"Data per 7 Juni pukul 08.00 WIB, jumlah pajak penghasilan (PPh) Rp 13,18 triliun," dikutip dari laman resmi pajak.go.id/pps.
Mayoritas harta yang dilaporkan dalam program PPS merupakan deklarasi dalam negeri dan hasil repatriasi luar negeri yang mencapai Rp 114,1 triliun. Adapun sisanya, berupa harta yang hanya dideklarasikan di luar negeri Rp 10,2 triliun dan harta yang setelah deklarasi kemudian diinvestasikan ke instrumen yang ditetapkan pemerintah sebanyak Rp 7,2 triliun.
Program PPS sudah dimulai sejak awal tahun dan berlangsung selama enam bulan hingga akhir bulan ini. Wajib pajak saat ini hanya memiliki sisa waktu 23 hari sebelum program berakhir.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo kembali menegaskan bahwa program ini bukan bertujuan untuk menjebak para penunggak pajak. Jika memang wajib pajak sudah melaporkan seluruh hartanya, ia menyebut petugas pajak tentunya tidak akan lagi melakukan pemeriksaan.
"Ini pertanyaan klasik, kalau setelah ikut PPS apakah diperiksa? Kalau sudah ikut PPS dan dideklarasikan semua ya enggak mungkin kita lakukan pemeriksaan," kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam acara Tax Gathering di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (6/6).
Sebaliknya, jika sampai program ini selesai tetapi wajib pajak tak kunjung mengungkapkan harta yang belum lapor, risikonya berupa denda yang lebih besar. Adapun tarif program PPS berkisar 6% sampai 18%.
Program PPS ini terdiri atas dua kebijakan. Kebijakan pertama, berlaku untuk wajib pajak orang pribadi atau badan yang pernah mengikuti tax amnesty jilid pertama tetapi masih ada harta yang belum atau kurang dilaporkan. Adapun harta tersebut, yakni yang diperoleh dari 1 Januari 1985-31 Desember 2015. Tarif PPSnya sebesar 6-11%
Kebijakan kedua hanya untuk wajib pajak orang pribadi yang hartanya diperoleh mulai 1 Januari 2016-31 Desember 2020. Dalam skema kedua ini, berlaku tarif 12%-18%.
Adapun bagi harta yang termasuk kebijakan I tetapi setelah tanggal 30 Juni diketahui belum lapor, akan dikenakan tarif lebih tinggi yakni 25% untuk wajib pajak badan, 30% untuk orang pribadi dan 12,5% untuk wajib pajak tertentu, ditambah sanksi sebesar 200%. Sementara untuk kebijakan II, maka dikenakan tarif 30% ditambah sanksi bunga perbulan ditambah uplift factor 15%.