11 Bank Sentral Kerek Suku Bunga Acuan Pekan Ini, Kapan BI Menyusul?

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.
Teller menghitung uang di Bank BNI, Jakarta, Kamis (21/4/2022). Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 18-19 April 2022 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 3,50 persen, keputusan tersebut sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
17/6/2022, 11.39 WIB

Sebelas bank sentral dunia menaikkan suku bunga acuannya pekan ini. Termasuk di antaranya tiga bank sentral utama dunia yaitu The Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat, Bank of England (BoE), dan Swiss National Bank (SNB).

Berdasarkan SWFInstitute, tiga lembaga tersebut termasuk dalam 10  bank sentral dunia dengan nilai aset paling besar. Ketiganya mengumumkan kenaikan bunga sepanjang pekan ini dimulai dari The Fed yang menaikkan bunganya secara agresif 75 bps pada tanggal 15 Juni. Dengan demikian Fed Fund Rate (FFR) saat ini berada di 1,5%-1,75%.

Sehari setelah The Fed menaikkan suku bunga, BoE dan SNB kompak mengumumkan kebijakan serupa. BoE kembali mengumumkan kenaikan bunga 25 bps menjadi 1,25%. Angka itu lebih rendah dari usulan beberapa pejabat BoE yang menyarankan kenaikan lebih agresif sebesar 50 bps. 

Sementara itu, SNB secara mengejutkan menaikkan suku bunganya setengah poin persentase menjadi minus 0,25%. Ini merupakan kenaikan pertama dalam 15 tahun terakhir, setelah bunga ditekan hingga minus 0,75% dan tidak pernah berubah sejak 2015.

"Kami sampai pada keputusan bahwa sekarang langkah yang tepat untuk menaikkan suku bunga 50 bps dan bukan 25 bps untuk membuat langkah awal, dan juga untuk memberi sinyal bahwa kami memerangi inflasi sehingga dalam jangka menengah akan berada dalam kisaran stabilitas harga," kata Ketua SNB Thomas Jordan dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (16/6).

 Seperti diketahui, kenaikan bunga acuan oleh bank sentral dunia dilakukan untuk memerangi inflasi yang menanjak. Inflasi di Swiss pada Mei tercatat 2,9% dan diperkirakan berada di level 2,8% pada akhir tahun. Angka itu lebih tinggi dari perkiraan pada Maret sebesar 2,1%.

Kenaikan bunga BoE kemarin bukan yang pertama. Suku bunga di Inggris sudah dinaikkan sejak Desember lalu setelah tanda-tanda tekanan inflasi sudah meningkat. Data April 2022, inflasi di negeri Elizabeth sudah mencapai 9%, yang merupakan rekor tertingginya dalam 40 tahun.

The Fed juga tengah berjuang keras memerangi inflasi, sehingga agresif menaikan suku bunga dalam tiga pertemuan terakhirnya. Bank sentra AS tersebut baru menaikkan bunga 25 bps pada Maret, kemudian dipercepat menjadi 50 bps pada Mei, dan kembali naik jadi 75 bps pada pertemuan pekan ini. Kenaikan agresif tersebut untuk menekan inflasi yang kini menyentuh 8,6% secara year-on-year (YOY), level tertingginya sejak 1981. 

Selain ketiga bank sentral besar tersebut, setidaknya terdapat delapan bank sentral dunia lainnya yang juga mengumumkan kenaikan bunga dalam sepekan ini. Kenaikan tersebut di antaranya,

  1. Bank Sentral Brasil mengerek bunga 50 bps pada pertemuan 15 Juni
  2. Bank Sentral Arab Saudi mengerek bunga 50 bps pada pertemuan 15 Juni
  3. Bank Sentral Kuwait mengerek bunga 25 bps pada pertemuan 15 Juni
  4. Bank Sentral Qatar mengerek bunga 75 bps pada pertemuan 15 Juni
  5. Bank Sentral Bahrain mengerek bunga 75 bps pada pertemuan 15 Juni
  6. Bank Sentral Namibia mengerek bunga 50 bps pada pertemuan 15 Juni
  7. Bank Sentral Taiwan mengerek bunga 12,5 bps pada pertemuan 16 Juni
  8. Bank Sentral Uni Emirat Arab (UAE) mengerek bunga 75 bps pada pertemuan 16 Juni.

 Bagaimana dengan Bank Indonesia?

Inflasi domestik pada Mei 2022 terpantau naik ke 3,55% secara YOY, rekor tertinggi sejak pandemi. Meski demikian, level tersebut masih berada dalam target bank sentral 2%-4%.

Adapun Bank Indonesia (BI) berulang kali mengatakan tekanan kenaikan harga-harga masih akan terkendali sekalipun inflasi pada akhir tahun diramal mencapai 4,2%. Inflasi inti dan ekspektasi inflasi juga disebut masih dapat dijaga. Sehingga bank sentral sampai saat ini masih belum mengerek bunga acuannya.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan inflasi yang terjaga merupakan hasil dari kebijakan pemerintah menahan laju kenaikan harga energi lewat penebalan belanja subsidi. Kementerian Keuangan juga menaikkan belanja subsidi dan kompensasi energi tahun ini menjadi Rp 502 triliun.

"Dengan dampak inflasi dalam negeri yang berbeda dengan negara lain, maka BI tentu saja tidak harus terpaksa menaikkan suku bunga. Kami tetap akan dan sudah melakukan normalisasi, tetapi normalisasi yang kami lakukan dengan penyerapan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM)," ujarnya dalam diskusi daring oleh INDEF, Rabu (15/6).

Meski Indeks Harga Konsumen (IHK) menanjak, tapi ini bukan indikator utama BI mengerek suku bunga. Perry berulang kali menegaskan bahwa pihaknya baru akan merespon jika ada kenaikan pada inflasi inti. Ini merupakan komponen yang menghitung kenaikan harga-harga kecuali harga makanan dan energi.

 Deputi Gubernur Senior (DGS) BI, Destry Damayanti, dalam sebuah diskusi daring pada April lalu juga menyebut kenaikan bunga menjadi pilihan terakhir. Sebagai gantinya, bank sentral akan menggunakan instrumen kenaikan GWM untuk memerangi inflasi.

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman dalam risetnya memperkirakan BI tak akan buru-buru mengerek bunga. Bank sentral diperkirakan baru akan menaikkan bunga pada paruh kedua tahun ini seiring optimisme kondisi ekonomi domestik terutama inflasi yang masih terkendali.

“Kami masih memperkirakan BI akan mempertahankan BI-7DRRR di level saat ini 3,5% pada semester I 2022. Waktu untuk menaikan bunga BI akan sangat bergantung pada kondisi inflasi yang mana kami perkirakan secara fundamental dan substansial meningkat pada paruh kedua,” kata Faisal, Kamis (16/6).

Sementara itu, kenaikan suku bunga The Fed mendongkrak harga kripto. Berdasarkan data Coinbase, pasar kripto naik 4,82% dalam 24 jam terakhir sampai Kamis, 16 Juni 2022, pukul 14.02 WIB.

Reporter: Abdul Azis Said