Bank sentral di banyak negara dunia mulai menyusun konsep mata uang digitalnya masing-masing merespons meningkatnya akseptasi aset kripto dan risikonya terhadap sistem keuangan. Keberadaan Bitcoin dan kawan-kawannya ini disebut dapat dimanfaatkan untuk membantu pembiayaan kejahatan hingga menganggu stabilitas keuangan.
"Pengembangan aset kripto, seperti perdagangan di metaverse mungkin dapat memengaruhi efektivitas kebijakan bank sentral dan risiko stabilitas keuangan, mata uang bayangan (shadow currency) atau potensi shadow central banking," katya Deputi Gubernur BI Doni Primanto Juwono dalam acara side event G20 Indonesia Jalur Keuangan, Selasa (12/7).
Aset kripto juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan berbahaya seperti menghindari kontrol pencucian uang, pembiayaan terorisme, hingga penghindaran pajak. Oleh karena pertimbangan inilah, menurut dia, banyak bank sentral dunia saat ini yang mulai mengembangkan mata uang digitalnya masing-masing.
Kepala Sekretariat untuk Committee on Payments and Market Infrastructure (CPMI) Tara Rice menyebut, kripto berisiko terutama karena aset ini sangat volatile. Ia menyebut Bitcoin telah kehilangan nilainya hingga 70% sejak November dan menciptakan kerugian besar bagi investor.
"Sejarah telah mengajarkan kita bahwa ada aset spekulatif yang berisiko, dan teknologi itu tidak benar-benar mengubah risiko aset tersebut. Dan itulah yang sedang kita lihat sekarang," kata Tara dalam acara yang sama dengan Doni.
BI dalam laporan sebelumnya juga telah memperingatkan volatilitas di pasar keuangan global seiring kenaikan bunga acuan bank sentral bisa mendorong volatilitas kripto makin tinggi. Menurut BI, risiko perdagangan aset kripto perlu diwaspadai sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian terhadap underlying asset. Di samping itu, kripto juga masih menghadapi tantangan dari sisi kesenjangan regulasi, serta perkembangan inovasi terkait pemanfaatan untuk kegiatan cybercrime.
Ia menyebut, risiko kripto bukan hanya berasal dari berbagai kerentanan struktural tersebut, tetapi juga perekonomian global yang tengah berlangsung. Kerentanan perekonomian global bersumber dari kenaikan inflasi, ketidakpastian arah kebijakan The Fed, serta meningkatnya tensi geopolitik global.
"Kerentanan ini akan membuat volatilitas harga aset kripto tinggi, sehingga meningkatkan eksposur kerugian finansial yang harus ditanggung investor," tulis dalam laporan BI pertengahan Mei lalu.
Meski demikian, Doni dalam paparannya hari ini juga mengakui, kripto yang berkembang pesat sepanjang pandemi juga memiliki sisi positif. Bitcoin dkk berpeluang untuk meningkatkan inklusi dan efisiensi sistem keuangan baik di dalam negeri maupun global.
Kripto bisa mendorong inovasi karena teknologi yang dipakai menawarkan modal bisnis baru. Ini bisa menjadi alat untuk pembayaran lintas batas yang lebih cepat, murah dan mudah diakses.
Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.