Di Amerika Serikat, penurunan daya beli rumah tangga dan kebijakan moneter yang lebih ketat akan mendorong pertumbuhan turun menjadi 2,3% tahun ini dan hanya tumbuh 1% pada tahun depan. Prospek pertumbuhan di ekonomi terbesar dunia itu dipangkas 1,4 poin persentase untuk tahun ini dan 1,3 poin untuk tahun depan.

Di kawasan euro, pertumbuhan direvisi turun 0,2 poin menjadi 2,6 persen tahun ini dan pemangkasan 1,1 poin menjadi 1,2% pada 2023. Perlambatan ini mencerminkan dampak dari perang di Ukraina dan kebijakan moneter yang lebih ketat.

Negara ekonomi terbesar Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia dan Thailand juga dipangkas masing-masing 0,5 poin persentase untuk prospek pertumbuhan tahun ini. Negeri jiran Malaysia diperkirakan tumbuh 5,1% tahun ini dan melambat ke 4,7% pada tahun depan. Thailand diperkirakan hanya tumbuh 2,8% tahun ini, tetapi akan menguat tahun depan ke 4%. Prospek pertumbuhan Filipina dinaikan 0,2 poin menjadi 6,7% tetapi bakal melambat ke 5% pada tahun depan.

Meningkatnya risiko global akhir-akhir ini membuat lembaga keuangan lainnya, Bank Dunia, ikut memberi sinyal negatif bagi perekonomian RI. Baseline perkiraan Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bisa mencapai 5,1%. Namun, perekonomian domestik bisa tumbuh 0,5 poin persentase lebih rendah atau turun ke 4,6% tahun ini seiring meningkatnya beberapa risiko global ekonomi global.

Risiko global yang dimaksud yakni tekanan inflasi yang tinggi akan memaksa realisasi anggaran fiskal dari belanja dalam mendukung pertumbuhan ekonomi ke belanja subsidi tanpa target. Risiko lainnya yakni penurunan permintaan untuk ekspor komoditas, serta pembiayaan eksternal yang ketat.

Pada April lalu, IMF memproyeksikan Indonesia akan mencatat pertumbuhan ekonomi yang sebagian besar berkisar di level 5% antara tahun 2022 dan 2027. Situasi ini menyusul pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said