Jokowi Keluarkan 'Senjata Baru' Kejar Para Pengemplang BLBI

ANTARA FOTO/Gusti Tanati/app/aww.
Presiden Joko Widodo memperkuat kewenangan Satgas BLBI untuk menagih utang para pengemplang yang totalnya mencapai Rp 110 triliun.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
16/9/2022, 16.05 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken beleid baru terkait pengurusan piutang negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang termuat dalam Peraturan pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2022. Aturan baru ini akan memperkuat kewenangan Satgas BLBI untuk menagih utang para pengemplang yang totalnya mencapai Rp 110 triliun.

Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara (PKKN) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Encep Sudarwan mengatakan, aturan ini mengatur upaya penyelesaian piutang yang diurus oleh PUPN, termasuk di dalamnya BLBI. Hingga saat ini, outstanding piutang negara yang diselesaikan PUPN mencapai sekitar Rp 170 triliun, mayoritas merupakan utang BLBI.

"PP ini tentu saja bisa digunakan Satgas BLBI dalam rangka penagihan, seperti melakukan pembatasan-pembatasan aktivitas dari debitur," kata Encep dalam diskusi dengan media, Jumat (16/9).

PP baru ini resmi diundangkan pada 31 Agustus dan mulai berlaku hari itu juga. Melalui beleid itu, Satgas BLBI nanti memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan keperdataan atau penghentian layanan publik dari debitur.

Kewenangan tersebut, antara lain berupa memblokir akses debitur terhadap hak dan pelayanan lembaga jasa keuangan, misalnya akses kredit dan pembiayaan, membuka rekening, mendirikan perusahaan atau lembaga jasa keuangan atau menjadi pengurus di lembaga jasa keuangan.

Tindakan keperdataan lain juga dapat berupa penghentian pemberian izin, seperti memblokir SIM hingga izin mendirikan bangunan (IMB). Tindakan lainnya, seperti pemblokiran untuk layanan keimigrasian, layanan perpajakan dan kepabeanan, layanan kependudukan hingga urusan agraria dan tata ruang.

Encep juga menekankan, melalui beleid ini juga pemerintah punya opsi lebih banyak untuk menyita aset pengemplang. Pasalnya, barang yang dijaminkan debitur kebanyakan nilainya sudah turun, terutama untuk utang-utang yang menunggaknya lama.

"Kami tahu barang yang dijaminkan barangnya jelek dan nilainya rendah, sementara mereka punya kekayaan lain. Dengan PP, ini jelas kmia bisa menyita harta kekayaan lain dari debitur," ujarnya.

Dalam aturan tersebut diterangkan bahwa harta kekayaan lain tersebut kemudian bisa disita oleh pemerintah untuk kemudian dijual secara lelang jika debitur tak kunjung melunasi kewajibannya. Pemblokiran terhadap harta kekayaan lain tersebut bisa dilakukan tanpa menunggu harta yang dijadikan jaminan habis terjual lelang atau dicairkan.

Adapun piutang negara yang diatur dalam beleid ini hanya yang pengurusannya lewat PUPN atau umumnya diidentifikasi sebagai utang macet, termasuk utang BLBI. Sementara utang-utang yang masih diurus oleh Kementerian dan Lembaga (K/L), maka tidak termasuk dalam daftar ini. Sementara, piutang terkait Lapindo disebut masih belum mengikuti aturan ini.

"Lapindo belum masuk kategori macet  dan masih diurus oleh (K/L). Nanti (PP 28) ini bisa dipakai untuk Lapindo kalau pengurusannya sudah diserahkan ke PUPN," kata Direktur Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Tri Wahyuningsih Retno Mulyani dalam acara yang sama dengan Encep. 

Reporter: Abdul Azis Said