Kementerian Keuangan atau Kemenkeu masih memformulasikan Pajak Natura atau kenyamanan saat ini. Pemerintah menjanjikan formula penghitungan Pajak Natura akan fokus pada keadilan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pembuatan Pajak Natura belum dibahas antar lembaga. Menurutnya, Hal tersebut penting agar mendapatkan peraturan yang baik dan adil.
"Karena Pajak Natura itu yang dituju bukan natura yang kecil-kecil atau bagian dari kompensasi yang diterima banyak karyawan," kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (6/1).
Sri Mulyani menyampaikan Pajak Natura akan memberikan kepastian dan keamanan. Bendahara Negara mengatakan telah mendengar sangat banyak masukan terkait formula Pajak Natura.
Sebagai informasi, dasar hukum pembuatan Pajak Natura tertuang dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 7-2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Secara sederhana, objek pajak dalam Pajak natura adalah penghasilan tambahan wajib pajak.
Secara rinci, Pajak Natura dalam UU Harmonisasi Peraturan Pajak atau HPP adalah: "Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini".
Sebagai informasi, tujuan Pajak Natura adalah meminimalisasi potensi penyelewengan pajak oleh wajib pajak dengan penghasilan lebih dari Rp 5 miliar setahun. Adapun, kelompok penghasilan tersebut akan dikenakan Pajak Penghasilan atau PPh sebesar 35%.
Pada saat yang sama, PPh Badan perusahaan akan disesuaikan dari 22% menjadi 20%. Selain itu, natura atau insentif dari perusahaan saat ini tidak menjadi objek pajak oleh pemerintah. Dengan kata lain, ada selisih cukup besar antara PPh pribadi dan PPh badan perusahaan.
Artinya, ada potensi penyelewengan pajak PPh pribadi dengan menaikkan insentif yang diberikan perusahaan dengan mengalihkan sebagian pendapatan sebagai insentif. Pajak Natura akan membuat insentif tersebut sebagai objek pajak.
Adapun, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan pada akhir 2022. Beleid tersebut mengecualikan lima jenis insentif yang tidak dimasukkan dalam Pajak Natura nantinya.
Kelima jenis insentif yang dimaksud adalah:
1. Makanan, bahan makanan, bahan minuman atau minuman bagi seluruh pegawai.
Ini meliputi makanan yang disediakan pemberi kerja di tempat kerja, kupon makanan bagi pekerja mobile, dan bahan makanan bagi seluruh pegawai dengan batasan nilai tertentu.
2. Natura yang disediakan di daerah tertentu.
Bentuk natura daerah tertentu ini, meliputi fasilitas tempat tinggal rumah bagi pekerja dan keluarganya, pelayanan kesehatan , pendidikan, peribadatan, pengangkutan dan olahraga tertentu. Namun, pembebasan PPh atas natura ini hanya berlaku di daerah tertentu, yakni daerah yang secara ekonomis memiliki potensi tetapi prasarana ekonominya belum memadai dan sulit dijangkau transportasi umum.
3. Natura yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam rangka keamanan, kesehatan dan keselamatan pekerja.
Ini meliputi pakaian seragam. peralatan untuk keselamatan kerja, sarana antar jemput pegawai, penginapan awak kapal dan perlengkapan penanganan endemi, pandemi atau bencana nasional.
4. Natura yang bersumber atau dibiayai dari APBN, APBD atau anggaran desa.
5. Natura dengan jenis dan batasan tertentu
Adapun bingkisan atau hamper dalam rangka hari raya atau fasilitas peribadatan di lokasi kerja yang dimanfaatkan oleh semua pegawai, termasuk dalam kategori jenis natura dengan batasan tertentu yang dikecualikan dari PPh. Namun PP tersebut belum merincikan batasan natura tertentu lainnya yang dibebaskan dari PPh.