Amerika Serikat menyetujui penyaluran bantuan kemanusaiaan hingga Rp 2 triliun untuk mengatasi krisis di Myanmar.
AS juga mengajak Perserikatan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN untuk bisa membantu mengembalikan Myanmar menjadi negara demokrasi setelah dua tahun lebih dikuasai junta militer.
"Di Myanmar, kita harus menekan rezim militer untuk menghentikan kekerasan, mengimplementasikan 5PC atau 5 poin konsensus untuk membantu mengembalikannya menjadi pemerintahan demokrasi," kata Menteri Luar Negeri atau Menlu AS Antony Blinken dalam pidatonya pada pertemuan tiga pihak dengan Menlu ASEAN dan Sekretariat ASEAN di Hotel Shangri-La Jakarta, Jumat (14/7).
5PC merupakan pendekatan yang disepakati negara-negara ASEAN untuk mengatasi krisis di Myanmar. Pendekatan 5PC ini mendorong adanya dialog konstruktif, penghentian kekerasan, mediasi antarpihak, pemberian bantuan kemanusiaan, serta utusan khusus ke Myanmar.
Blinken kembali menekankan terkait 5PC tersebut di tengah pertemuan Menlu ASEAN pekan ini yang diwarnai upaya Thailand mencari pendekatan lain terhadap krisis di Myanmar.
Menlu Thailand diketahui sempat menggelar pertemuan informal dengan perwakilan junta militer dan Laos di Pattaya belum lama ini. Selain itu, Menlu Thailand juga mengaku sempat bertemu Aung San Suu Kyi sebelum terbang ke Jakarta untuk pertemuan Menlu ASEAN pekan ini.
Selain menekankan soal 5PC untuk krisis Myanmar, Blinken juga menyampaikan dukungan kemanusiaan untuk kawasan yang baru saja digelontorkan AS baru-baru ini. Nilainya mencapai US$ 135 juta atau sekitar Rp 2 triliun sesuai kurs rupiah 14.900/US$.
"Baru kemarin, Amerika Serikat mengumumkan lebih dari US$ 74 juta bantuan kemanusiaan tambahan ke wilayah tersebut, termasuk hampir US$ 61 juta untuk mendukung pengungsi Rohingya akibat kekerasan yang sedang berlangsung di Myanmar," kata Blinken.
UNICEF memperkirakan lebih dari 1,5 juta penduduk Myanmar telah mengungsi sejak dua tahun kudeta Myanmar. Selain itu, lebih dari lima juta anak-anak dalam kategori sangat membutuhkan bantuan karena mereka telah meninggalkan rumah dan lingkungannya.
Indonesia sebelumnya kembali mengecam kekerasan di Myanmar yang sudah berlangsung selama lebih dua tahun sejak negara tersebut dikuasai junta militer. Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat membuka pertemuan menteri luar negeri ASEAN atau AMM ke-56 hari kedua di Hotel Shangri-La, Jakarta.
"Kami masih sangat prihatin melihat kekerasan yang terus berlanjut dan meningkat di Myanmar. Indonesia mengutuk keras penggunaan pasukan dan kekerasan," ujarnya pagi ini, Rabu (12/7).
Di depan menteri luar negeri ASEAN lainnya, ia mengajak semua pihak untuk ikut mengecam kekerasan yang masih berlangsung di Myanmar. Hal ini untuk membangun kepercayaan dan membantu kelancaran penyaluran bantuan serta dialog.