Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan neraca perdagangan surplus sebesar US$ 2,02 miliar sepanjang Januari 2024 atau turun US$ 1,27 miliar dibandingkan bulan Desember 2023 sebesar US$ 3,31 miliar.
Surplus Januari 2024 juga lebih rendah US$ 1,87 miliar dibandingkan realisasi Januari 2023. Walau turun, Indonesia tetap mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 45 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar menjelaskan surplus neraca perdagangan pada Januari 2024 ditopang oleh surplus pada komoditas nonmigas sebesar US$ 3,32 miliar.
“Adapun komoditas penyumbang surplus utama adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta besi dan baja,” ujar Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (15/2).
Pada periode yang sama, neraca perdagangan komoditas migas justru tercatat defisit US$ 1,30 miliar dan komoditas penyumbang defisit adalah hasil minyak dan minyak mentah.
“Defisit neraca perdagangan migas Januari 2024 lebih rendah dari bulan sebelumnya dan bulan yang sama tahun lalu,” ujarnya.
India, AS dan Filipina Mitra Dagang Terbesar
Berdasarkan mitra dagang, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus perdagangan barang dengan beberapa negara dan tiga terbesar di antaranya dengan India sebesar US$ 1,38 miliar, dengan Amerika Serikat surplus US$ 1,21 miliar dan dengan Filipina surplus US$ 629 juta.
“Surplus terbesar yang dialami oleh India, didorong oleh komoditas bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, bijih terak dan abu logam,” ujarnya.
Sementara itu, Indonesia juga mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara dan tiga terbesar di antaranya dengan Cina defisit US$ 1,38 miliar, Australia defisit US$ 432,4 juta dan Thailand US$ 416,8 juta.
Defisit terdalam yang dialami dengan Cina karena melambatkan perdagangan komoditas mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, serta plastik dan barang dari plastik.