Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan membantah menyewa influencer media sosial sebagai buzzer untuk menggiring opini di masyarakat. 

Pernyataan ini untuk menanggapi unggahan akun TikTok Bima Yudho Saputro @awbimax yang menyatakan bahwa dirinya menerima tawaran dari salah satu agensi iklan untuk menjadi buzzer Ditjen Bea Cukai.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan, bahwa pihaknya tidak pernah melakukan kontak atau memberi tawaran kerja sama kepada yang bersangkutan.

"Kami juga tidak pernah meminta agensi tertentu menggandeng yang bersangkutan untuk kerja sama dengan Bea Cukai," kata Nirmala dalam keterangan resmi, Senin (6/5).

Bea Cukai juga menyatakan, bahwa pihaknya tidak pernah menggunakan jasa buzzer untuk mendiskreditkan opini masyarakat terutama terkait isu yang ramai diperbincangkan belakangan ini.

"Namun, kami pernah bekerja sama dengan beberapa influencer dalam mengedukasi masyarakat terkait layanan kepabeanan dan cukai," ujar Nirwala.

Menurut Nirmala, tujuan dari kerja sama tersebut untuk memaksimalkan jangkauan publisitas dan menyederhanakan informasi agar dapat lebih mudah dipahami masyarakat secara praktis.

“Layaknya organisasi lain yang memahami pentingnya peran media sosial dan influencer dalam membantu menyebarkan dan menyederhanakan informasi yang kami miliki, kami juga turut mengoptimalkan penggunaan fungsi-fungsi tersebut,” ujarnya.

Sebelumnya, influencer Bima Yudho Saputro memberi pengakuan yang mengejutkan di tengah ramainya sorotan akan kinerja Bea Cukai pada Minggu (5/6). Lewat akun TikToknya @awbimax, dia mengaku mendapat tawaran kerja sama dari Bea Cukai.

Tawaran ini datang dari sebuah agensi untuk menjalankan kampanye bersama Bea Cukai. Kerja sama ini bukan seperti buzzer, tapi kampanye untuk mendorong sudut pandang (POV) kepada seorang yang diakui atas keahliannya (KOL).

Pernyataan Bima menyita banyak perhatian. Sebab, Bea Cukai tengah menjadi sorotan masyarakat akibat tiga kasus barang impor yang viral di media sosial. 

Tiga kasus ini terkait dengan sepatu impor seharga Rp 10 juta yang dikenakan pajak Rp 31 juta, kemudian bantuan keyboard braille untuk Sekolah Luar Biasa (SLB) yang dikenakan bea masuk ratusan juta.

Kedua barang impor itu ditahan oleh pihak Bea Cukai, sampai akhirnya dikembalikan setelah kasus ini ramai. Begitu pula, kasus kiriman paket mainan megatron milik influencer yang juga ditahan oleh Bea Cukai.

Reporter: Zahwa Madjid