Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meresmikan pengoperasian smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Gresik, Jawa Timur. Smelther ini bisa mengolah hasil tambang seperti tembaga, emas dan perak.
Smelter PTFI merupakan fasilitas pemurnian tembaga dengan desain jalur tunggal terbesar di dunia berkapasitas pemurnian mencapai 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun.
“Ini sangat tepat waktu, karena saat sekarang renewable energy menjadi tren. Dan tren renewable energy butuh critical mineral. Dan salah satunya adalah copper,” kata Airlangga dalama keterangan resmi, Kamis (27/6).
Airlangga menjelaskan, proyek yang menempati lahan seluas 100 hektar itu memiliki nilai investasi kumulatif mencapai US$ 3,7 miliar atau setara Rp 58 triliun.
Investasi tersebut tidak hanya akan memberikan manfaat bagi perusahaan konstruksi dalam negeri, tetapi juga akan menciptakan efek berganda (multiplier effects) kepada masyarakat di Kabupaten Gresik.
Bersama dengan smelter yang dioperasikan PT Smelting, keduanya akan memurnikan 3 juta ton konsentrat tembaga per tahun dengan produksi sekitar 600.000 ton katoda tembaga, 50 ton emas, dan 200 ton perak per tahun.
Dengan beroperasinya smelter ini, seluruh kosentrat tembaga yang diproduksi oleh PTFI dapat semuanya diproses dan dimurnikan di dalam negeri, demikian juga lumpur anoda dari PT Smelting.
“Ini yang pertama integrasi tambang sampai dengan produk akhir. Dan dengan integrasi ini, produksi emas yang 50 ton harus bayar royalti. Karena terintegrasi dari tambang sampai ke hilir. Demikian pula untuk perak juga bayar royalti. Jadi banyak pendapatan yang didapatkan pemerintah,” ujarnya.
Dorong Hilirisasi Industri
Kehadiran PTFI di KEK Gresik diharapkan dapat mendukung hilirisasi, khususnya kendaraan listrik (EV). Hingga Maret 2024, KEK Gresik telah mencatatkan nilai investasi Rp 75,2 triliun dan menyerap lebih dari 35.000 orang tenaga kerja.
“Tentu ke depan Indonesia akan mampu untuk meningkatkan ekspornya. Kalau ekspor kita kuat, maka rupiah kita bisa stabil. Sebagai contoh dari ekspor nikel dan kelapa sawit capaiUS$ 55 miliar. Impor minyak US$ 40 miliar. Jadi sebetulnya natural hedging itu terjadi,” kata Airlangga.
Selain melakukan prosesi peresmian operasional smelter PTFI, Airlangga beserta rombongan juga berkesempatan meninjau kawasan smelter PTFI dengan mengunjungi area jetty, anode casting dan central control building.
Airlangga berharap kebijakan hilirisasi dapat mendukung peningkatan nilai tambah perekonomian nasional sekaligus menjadi salah satu kunci dalam menjaga resiliensi ekonomi nasional.
Untuk mendukung kebijakan hilirisasi tersebut, peran off-takers domestik menjadi sangat penting termasuk pengguna bahan baku tembaga. Karena pasokan produk hilirisasi tembaga yang dibutuhkan Indonesia yang saat ini masih mengandalkan produk impor.
Di antaranya impor copper tube, copper tape, evaporator tembaga, serta komponen-komponen yang dibutuhkan dalam produksi EV seperti kabel, inverter, hingga baterai.
"Pemerintah terus mendorong industri pengolahan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk melakukan hilirisasi," ujar Airlangga.