Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia sebesar US$ 2,39 miliar pada Juni 2024. Bank Indonesia (BI) memandang surplus neraca perdagangan berperan positif untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia lebih lanjut.
"Ke depan, BI terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas lain guna terus meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan," kata Asisten Gubernur Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resmi, Selasa (16/7).
Surplus neraca perdagangan tersebut lebih rendah dibandingkan Mei 2024 yang mencapai US$ 2,92 miliar. Meski demikian, surplus perdagangan terus berlanjut terutama dari perdagangan sektor nonmigas.
BPS mencatat, surplus neraca perdagangan nonmigas mencapai US$ 4,43 miliar pada Juni 2024. Nilai ini meningkat dibandingkan dengan capaian bulan sebelumnya sebesar US$ 4,25 miliar.
Erwin menilai, perkembangan tersebut sejalan dengan kuatnya ekspor nonmigas yang mencapai US$ 19,61 miliar, terutama didukung oleh ekspor komoditas berbasis sumber daya alam, seperti lemak dan minyak hewani atau nabati, maupun ekspor produk manufaktur seperti mesin, dan peralatan mekanis serta bagiannya.
Tiga negara yang berkontribusi terhadap ekspor nonmigas Indonesia yaitu Cina, Amerika Serikat, dan India. Di sisi lain, terjadi defisit neraca perdagangan migas mencapai US$ 2,04 miliar pada Juni 2024, sejalan dengan peningkatan impor migas di tengah penurunan ekspor migas.
Surplus 50 Bulan Berturut-turut
Tak hanya secara bulanan, surplus neraca perdagangan bahkan turun 30,72% secara tahunan (yoy). Pada Juni 2023, Indonesia masih bisa mengantongi surplus neraca perdagangan hingga US$ 3,45 miliar.
Walau begitu, Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebut realisasi itu menunjukkan surplus selama 50 bulan berturut-turut atau sejak Mei 2020. "Surplus tersebut ditopang oleh komoditas nonmigas yaitu sebesar US$ 4,403 miliar," kata Amalia dalam konferensi pers BPS di Jakarta, Senin (15/7).
Surplus neraca perdagangan terjadi karena nilai ekspor lebih besar daripada impor. Nilai ekspor Indonesia pada Juni 2024 mencapai US$ 20,84 miliar atau turun 6,65% jika dibandingkan Mei 2024.
Sementara itu, nilai impor Indonesia Juni 2024 mencapai US$ 18,45 miliar. Angka tersebut turun 4,89% jika dibandingkan Mei 2024, namun naik 7,58% jika dibandingkan Juni 2023.