Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 2,39 miliar pada Juni 2024. Nilai ini turun US$ 0,54 miliar jika dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 2,92 miliar.
Neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus selama 49 bulan beruntun sejak Mei 2020. Nilai surplus perdagangan Indonesia mencapai US$ 2,93 miliar pada Mei 2024.
Komoditas logam mulia dan perhiasan/permata telah berkontribusi besar terhadap ekspor Indonesia pada Maret 2024. Kontribusi dari komoditas tersebut mencapai US$ 925,8 juta.
BPS melaporkan nilai ekspor Indonesia anjlok baik secara bulanan maupun tahunan pada Februari 2024. Penurunan terjadi pada ekspor di sektor migas dan nonmigas terutama di Cina.
Impor Indonesia mengalami peningkatan sebesar 0,38% pada Januari 2024. Dengan peningkatan itu, tiga negara berkontribusi besar terhadap impor Indonesia yaitu Cina, Jepang dan Thailand.
Kementerian Perindustrian menargetkan kontribusi industri pengolahan meningkat menjadi 17,90% pada 2023. Peningkatan target ini seiring dengan pertumbuhan industri pengolahan pada tahun sebelumnya.
Perlambatan ekonomi di Cina dan AS akan memberi efek domino terhadap perekonomian nasional. Apalagi, perdagangan dan investasi kedua negara tersebut cukup besar di Indonesia.
Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan tetap mempertahankan suku bunga acuan pada awal tahun. Keputusan ini mengikuti kebijakan The Fed yang masih mempertahankan suku bunga hingga saat ini.
Bank Indonesia (BI) menyebut surplus neraca perdagangan telah menopang ketahahn ekonomi eksternal Indonesia. Surplus tersebut didukung oleh negara utama tujuan ekspor seperti India dan Amerika Serikat
Ekspor Indonesia anjlok sepanjang tahun 2023. Penurunan terjadi pada sektor migas maupun non migas. Walaupun begitu, Cina menjadi negara terbesar penyumbang ekspor non migas Indonesia.