Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meminta Bank Indonesia untuk tidak terlalu lama menahan suku bunga acuan atau BI Rate yang kini sudah cukup tinggi.
Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyono menilai, BI tidak perlu terlalu lama menunggu sinyal kuat penurunan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve System (The Fed).
“Jangan kita terlalu lama menunggu. Seolah-olah kalau tidak ada sinyal kuat atau menunggu aksi dari negara maju itu akan terlambat,” kata Eko dalam diskusi publik Indef, Kamis (12/9).
Menurut Eko, jika BI mulai memangkas suku bunga terlebih dahulu dinilai tidak masalah. Sebab, perkembangan ekonomi AS saat ini sudah memberikan sinyal kuat untuk membuat The Fed menurunkan suku bunganya.
“Tidak ada masalah kita memulai kebijakan moneter yang lebih ekspansif, tentu dengan mempertimbangkan dinamika global,” ujar Eko.
Eko melihat, saat ini kebijakan moneter yang diambil pemerintah Indonesia masih cenderung ketat. Sebab, BI belum juga menurunkan suku bunga selama lima bulan terakhir pada level 6,25%.
“Kami menilai suku bunga acuan masih menjulang tinggi. Kenapa? Faktanya dari September 2023, kalau kita lihat kenaikannya cukup signifikan. Tahun lalu masih di bawah 4%, sekarang BI Rate sudah di kisaran 6%,” kata Eko.
Untuk itu, perkembangan ekonomi AS saat ini dengan tingginya ekpektasi penurunan suku bunga The Fed perlu cepat disambut. Sebab, kebutuhan untuk menurunkan suku bunga BI sudah sangat diperlukan.
Bisa Memberi Kepastian Ekonomi
Menurut Eko, masyarakat sangat memerlukan penurunan BI Rate sesegera mungkin untuk memberi kepastian ekonomi. Begitu juga di sektor riil yang membutuhkan sinyal relaksasi moneter untuk memulai ekspansi bisnis.
“Butuh kepastian lagi tentang sinyal relaksasi moneter dari sini harus dimulai dari penurunan BI Rate,” ujar Eko.
Sebelumnya, BI memutuskan untuk menahan suku bunga acuan sebesar 6,25% pada Agustus 2024. Bank sentral juga menahan suku bunga deposit facility sebesar 5,50 dan suku bunga lending facility sebesar 7,00%.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan keputusan suku bunga tersebut konsisten dengan kebijakan moneter pro stability. Hal ini bertujuan untuk mendorong penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah lebih lanjut.
The Fed akan melakukan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 17-18 September 2024. Ekspektasi penurunan suku bunga The Fed juga semakin kuat dan akan dilakukan pada pertemuan tersebut dengan besaran 25 basis poin hingga 50 basis poin.
Sementara itu, BI juga akan melakukan rapat dewan gubernur atau RDG bulanan pada 17-18 September 2024. Waktu pelaksanaan RDG Bulanan BI bersamaan dengan FOMC.
BI akan mulai menurunkan suku bunga acuan pada kuartal IV 2024. Hal ini sejalan dengan momentum penguatan rupiah yang kini sudah berkisar pada level Rp 15.400 per dolar AS.
“Memang kami masih akan tetap melihat ruang terbuka penurunan BI Rate pada triwulan IV 2024. Kami masih konsisten,” kata Perry.
Perry beralasan, keputusan tersebut diambil karena pada triwulan III tahun ini masih fokus untuk menjaga penguatan rupiah. BI juga masih fokus dalam penguatan lebih lanjut dan stabilisasi nilai tukar rupiah.
“Jadi preferensi kami secara fundamental rupiah masih akan cenderung menguat. Komitmen BI untuk membawa rupiah lebih lanjut juga menguat,” ujar Perry.