Presiden Prabowo Subianto sudah meminta empat kementerian untuk menyelamatkan Sritex atau PT Sri Rejeki Isman. Sritex merupakan perusahaan ekspor yang pernah menjadi kebanggaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) namun kini sudah dinyatakan pailit.
Empat kementerian yang diberi tugas yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Tenaga Kerja. Berkaitan dengan itu, Kementerian Keuangan saat ini sudah melakukan pembahasan.
"Kemenkeu saat ini sedang melakukan konsolidasi dengan mengkaji permasalahan Sritex," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Deni Surjantoro kepada Katadata.co.id, Senin (28/10).
Dia menjelaskan, hal ini dilakukan untuk mencari sejumlah opsi penyelamatan para karyawan Sritex yang terdampak. Dengan begitu, solusi tersebut bisa mengatasi permasalahan yang ada.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang mengatakan, prioritas pemerintah saat ini adalah menyelamatkan para karyawan Sritex. Khususnya karyawan yang terancam kena pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Opsi dan skema penyelamatan ini akan disampaikan dalam waktu secepatnya setelah empat kementerian selesai merumuskan cara penyelamatan," kata Agus di Jakarta, Jumat (25/10).
Pengadilan Putuskan Sritex Pailit
Pengadilan Niaga Semarang telah memutus pailit terhadap PT Sri Rejeki Isman (Sritex) pada Rabu (23/10) dan mengabulkan permohonan salah satu kreditor perusahaan tekstil tersebut.
Salah satu debitur PT Sritex, yakni PT Indo Bharat Rayon mengajukan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian atas kesepakatan penundaan kewajiban pembayaran utang pada 2022.
"Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan rencana perdamaian PKPU pada Januari 2022 lalu," kata Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang Haruno Patriadi di Semarang, Jawa Tengah.
Seperti diketahui, Sritex merupakan satu-satunya pemegang lisensi di Asia yang berhak memproduksi seragam militer Jerman. Pada masa jayanya itu, Sritex pun berhasil membukukan laba bersih mencapai US$ 68 juta atau setara Rp 936 miliar.
Pada 2018, laba perusahaan melesat menjadi US$ 84,56 juta. Perusahaan pun masih mencetak kenaikan laba pada 2019 menjadi US$ 87 juta. Namun kinerja Sritex mulai turun pada 2020 saat masa pandemi Covid-19. Meski demikian, perusahaan masih mampu mencetak laba US$ 85,32 juta pada 2019.
Kinerja keuangan Sritex semakin memburuk sejak 2021 dengan kerugian mencapai US$ 1,08 miliar atau setara dengan Rp 15,66 triliun (asumsi kurs Rp 14.500/US$).