Alasan Sri Mulyani Waspadai Arah Kebijakan Pemerintahan Trump

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/tom.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan paparan pada rapat kerja dengan Komisi XI DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024). Rapat tersebut membahas kinerja Kementerian Keuangan Triwulan III Tahun 2024.
Penulis: Rahayu Subekti
Editor: Sorta Tobing
13/11/2024, 15.28 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan akan ada sejumlah perubahan arah kebijakan Amerika Serikat usai Donald Trump memenangkan pemilihan presiden negara tersebut. Perubahan itu termasuk soal penurunan pajak korporasi, ekspansi belanja, dan proteksionisme melalui tarif impor.

AS kemungkinan akan memperluas pemberlakukan tarif impor, tidak lagi hanya untuk Cina, tapi juga ASEAN. "Seperti Vietnam dan beberapa negara lain akan menjadi fokus dan perhatian pengenaan tarif impor Trump," ucapnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Rabu (13/11). 

Ada pula potensi Trump mendorong gencatan senjata di negara-negara yang berperang, seperti Rusia dan Ukraina. Pemerintah AS juga berpotensi menurunkan komitmennya terhadap isu perubahan iklim.

Sri Mulyani mewaspadai isu yang terakhir tersebut mengingat AS menggenjot penggunaan bahan bakar fosil untuk meningkatkan perekonomian pada pemerintahan Trump sebelumnya. “Ini akan mempengaruhi harga minyak dan electric vehicle (kendaraan listrik) dengan seluruh rantainya,” ujar Sri Mulyani. 

Kebijakan Fiskal Trump

Sri Mulyani mengungkapkan dari sisi kebijakan fiskal, Trump masih akan terus ekspansif. Saat ini surat utang AS atau US Treasury tenor 10 tahun hingga 5 November 2024 sudah berada di salam kisaran yang tinggi mencapai 4,4%.

Tak hanya itu indeks dolar juga menguat terhadap sejumlah mata uang.  "US Treasury yield 10 tahun naik karena memproyeksikan anggaran pendapatan dan belanja negara AS mungkin relatif masih ekspansif," ujar Sri Nulyani. 

Trump juga berambisi memotong anggaran belanja pemerintahannya dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. Ini dilakukan untuk mengatasi sentimen negatif dari rencana ekspansi fiskal pemerintahan Trump. 

“Mereka punya ambisi potong belanja hingga US$ 1 triliun dalam waktu 10 tahun. Berarti US$ 100 miliar per tahun," kata Sri Mulyani. 

Bendahara Negara ini juga mewaspadai akan ada potensi tekanan rambatan terhadap nilai tukar negara-negara berkembang. Kondisi ini yang dapat membuat  investor lebih memilih untuk menempatkan dananya di AS.

Reporter: Rahayu Subekti