Banggar DPR Minta Pemerintah Antisipasi Dampak Kenaikan PPN 12% di 2025

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah (kiri) berbincang dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan), Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Wamenkeu Suahasil Nazara (belakang) sebelum rapat kerja di kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (4/7/2024). Rapat tersebut beragendakan penyampaian dan pengesahan laporan Panja-Panja Badan Anggaran DPR RI dalam rangka pembahasan pembicaraan pendahuluan RAPEN Tahun Anggaran 2025 serta rencana kerja pemerintah (RKP) Tahun 2025.
24/12/2024, 13.56 WIB

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah sudah meminta pemerintah untuk memitigasi risiko kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11% menjadi 12%. Kebijakan ini rencananya akan diterapkan pada 1 Januari 2025.

“Pada tanggal 8 Desember 2024, saya juga sudah menyampaikan ke publik agar pemerintah melakukan mitigasi risiko atas dampak kenaikan PPN dari 11% menjadi 12%, khususnya terhadap rumah tangga miskin dan kelas menengah,” kata Said dalam pernyataan tertulis, Selasa (24/12).

Dia menjelaskan, mitigasi risiko tersebut dapat diwujudkan dalam sejumlah kebijakan. Pertama yaitu perlu penambahan anggaran untuk perlindungan sosial kepada masyarakat.

Said mengatakan, jumlah penerima manfaat program perlindungan sosial atau perlinsos dipertebal, bukan hanya untuk rumah tangga miskin tetapi juga hampir miskin atau rentan miskin. Serta memastikan program tersebut disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran.

Kedua yaitu subsidi bahan bakar minyak alias BBM, gas LPG, dan listrik untuk rumah tangga miskin diperluas hingga rumah tangga menengah. “Ini termasuk driver ojek online hendaknya tetap mendapatkan jatah pengisian BBM bersubsidi, bahkan bila perlu menjangkau kelompok menengah bawah,” ujar Said.

Lalu yang ketiga yaitu subsidi transportasi umum perlu diperluas yang menjadi moda transportasi massal di berbagai wilayah. Hal ini khususnya di kota kota besar yang memiliki moda transportasi massal.

Keempat yaitu subsidi perumahan untuk kelas menengah bawah. “Setidaknya tipe rumah 45 kebawah, serta rumah susun,” kata Said.

Selanjutnya yang kelima yaitu bantuan untuk pendidikan dan beasiswa perguruan tinggi dipertebal yang menjangkau lebih banyak penerima manfaat. Hal ini khususnya siswa berprestasi dari rumah tangga miskin hingga menengah.

Operasi Pasar hingga Penggunaan Barang UMKM

Keenam yaitu melakukan operasi pasar secara rutin paling sedikit dua bulan sekali. “Hal ini dalam rangka memastikan agar inflasi terkendali dan harga komoditas pangan tetap terjangkau,” ujar Said.

Lalu yang ketujuh dengan memastikan penggunaan barang dan jasa UMKM di lingkungan pemerintah. Kemudian menaikkan belanja barang dan jasa pemerintah paling sedikit 40% menjadi 50% untuk menggunakan produk usaha mikro, kecil, dan koperasi dari hasil produksi dalam negeri.

Kedelapan yaitu program pelatihan dan pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat kelas menengah. Menurutnya, dengan meluncurkan program pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi untuk kelas menengah yang terdampak untuk beralih ke sektor-sektor yang lebih berkembang dan berdaya saing. Selain itu juga bisa disinkronisasi dengan penyaluran kredit usaha rakyat alias KUR.

Selanjutnya yang kesembilan yaitu memastikan program penghapusan kemiskinan ekstrem dari posisi saat ini 0,83% menjadi 0% pada 2025. Selain itu juga penurunan generasi stunting dibawah 15% dari posisi saat ini 21%.

Said mengatakan permintaan mitigasi risiko PPN 12% juga sudah direspons dengan baik oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. “Kami tegaskan pula bahwa APBN bukan untuk APBN, tetapi APBN sepenuhnya didedikasikan untuk rakyat,” ujar Said.

Reporter: Rahayu Subekti