OPEC Plus, Jurus Lima Pendekar Flamboyan dalam Perang Minyak

Arief Kamaludin|KATADATA
Salah satu area kerja blok Mahakam di North Processing Unit (NPU) Kutai Kertanagara Minggu (31/12/2017). Sebelum serah terima pengelolaan ke Pertamina, Total & Inpex bekerja sama melakukan transisi dengan baik.
Penulis: Sampe L. Purba
15/3/2020, 06.00 WIB

Bagaimana Sebaiknya Indonesia Bersikap?

Dari penjelasan di atas, perubahan harga minyak terutama tidak disebabkan oleh faktor fundamental seperti penemuan cadangan, produksi, dan harga pokok produksi. Yang lebih dominan adalah yang non-fundamental, seperti hasil sidang OPEC dan kebijakan politik dan ekonomi negara-negara produsen, seperti membuka atau menutup keran produksi, dinamika politik keamanan regional, serta perang urat syaraf kata-kata.

Kondisi objektif perminyakan Indonesia saat ini, antara lain:

Produksi minyak mentah Indonesia menunjukkan tren penurunan. Sementara konsumsi minyak Indonesia menunjukkan peningkatan. Program peningkatan cadangan migas di Indonesia yang belum dapat dipastikan tingkat keberhasilan dan jumlahnya, momentum perang atau banting harga yang dilakukan para gajah pendekar tersebut, hendaknya dapat dimanfaatkan.

Produksi minyak Indonesia saat ini sekitar 760 ribu arel per hari, sedangkan kebutuhan minyak dan produk minyak ekuivalen 1,4 juta barel per hari hari. Adapun kemampuan kilang minyak dalam negeri pada kisaran satu juta barel per hari. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi sekitar 5 % per tahun, sementara tren produksi minyak cenderung menurun rata-rata 7 % per tahun, artinya ada gap sangat besar dan akan semakin membesar dari tahun ke tahun.

Hal tersebut terverifikasi dan terkonfirmasi dari grafik berikut:

Volume Impor Migas Indonesia (Badan Pusat Statistik)

Rasio Ketergantungan Impor:

Rasio Ketergantungan Impor (Dewan Energi Nasional)

Asumsi makro dalam APBN 2020 menetapkan lifting minyak 755 ribu barel per hari, dengan harga US$ 63 per barel, nilai tukar Rp 14.400 per dolar, dan subsidi BBM Rp 19,9 triliun.

Dengan fakta fakta di atas, selain untuk mengusahakan eksplorasi minyak dalam rangka peningkatan cadangan untuk mendukung pencapaian produksi satu juta barel per hari, sebagaimana disampaikan SKK Migas ke publik, salah satu cara lain yang dapat dipertimbangkan pemerintah adalah dengan membangun strategic petroleum reserve.

Strategic petroleum reserve (SPR) atau cadangan minyak strategis adalah sejumlah minyak yang distok di bunker (storage) yang sesewaktu dapat digunakan apabila terjadi krisis pasokan minyak atau gejolak harga. Sesuai saran Badan Energi Internasional, negara-negara sebaiknya  menyediakan SPR setara dengan 90 hari impor minyak.

Undang-Undang Energi Nomor 30 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional mewajibkan Pemerintah menyediakan cadangan penyangga energi. Indonesia saat ini belum memiliki SPR. Sementara yang tersedia baru pada level cadangan BBM operasional oleh Pertamina, untuk jangka waktu di bawah 30 hari.

Kondisi ini terjadi mengingat tidak tersedianya kapasitas penyimpanan (storage) yang merata, besarnya dana membeli persediaan minyak, serta produksi minyak domestik yang defisit.

(Baca Juga: Dampak Anjloknya Harga Minyak Dunia Terhadap Ekonomi dan Migas RI)

Menurut pendapat kami, sambil menunggu kesiapan pembangunan SPR, salah satu cara inovatif yang pemerintah dapat tempuh untuk meningkatkan ketahanan energi yaitu dengan membeli kontrak hak opsi (option) di bursa future derivative.

Harga minyak mentah yang murah ini harus dimanfaatkan dengan baik. Indonesia dapat membeli di future market dengan harga option. Option adalah hak, bukan kewajiban untuk membeli atau menjual komoditas tertentu (underlying asset) pada harga yang telah ditentukan sebelumnya, sesewaktu.

Dengan membeli di future market, Indonesia tidak perlu harus membeli fisik dan menyimpan minyak mentah. Saat ini pasar future market tersedia di berbagai bursa minyak seperti NYMEX dan lain-lain.

Transaksi di future market dijelaskan secara sederhana sebagai berikut. Misalnya, apabila Indonesia ingin memastikan mendapatkan minyak pada harga tertentu 6 bulan ke depan, maka dapat ditentukan hari ini. Dalam index bursa NYMEX, misalnya, tercatat harga minyak 6 bulan ke depan, pada hari ini US$ 34 per barel, dengan call premium US$1 per barel.

Jadi kalau Indonesia hendak membeli 500 ribu barel, mulai saat ini hingga 6 bulan ke depan pada harga US$ 34 per barel, cukup membayar US$ 500 ribu. Apabila 6 bulan lagi harga minyak US$ 40 per barel, sudah ada kepastian mendapatkan pada harga US$ 34 per barel.

Dengan demikian akan ada penghematan, atau untung sebesar US$ 40 –  34 – 1 =  US$ 5 per barel atau US$ 2.500.000. Call price adalah proxy kombinasi dari tingkat suku bunga pinjaman dan ekspektasi pergerakan harga pasar minyak spot / tunai di masa depan.

Bagaimana kalau ternyata, harga minyak 6 bulan lagi lebih rendah, misalnya US$ 30 per barel? Dalam hal ini, hak opsi tidak perlu direalisasi. Pemegang hak opsi langsung beli di pasar minyak pada harga pasar. Lalu bagaimana dengan US$ 500 ribu, apakah merupakan kerugian?

Sesungguhnya itu bukan kerugian, melainkan biaya yang dikeluarkan untuk mengurangi ketidakpastian. Itu adalah mekanisme lindung nilai (hedging). Mirip seperti membeli asuransi kerugian kebakaran, tetapi rumah atau kendaraan yang diasuransikan tidak terbakar selama masa periode pertanggungan.

Tentu saja untuk dapat melaksanakan tugas tersebut secara profesional dan akuntabel diperlukan naluri bisnis yang tajam, integritas yang tinggi, serta tata kelola yang baik. Termasuk kemampuan untuk mengkombinasikan portofolio terbaik, sesuai dengan proyeksi dan kebutuhan dalam negeri.

Pemerintah harus dapat menyediakan lingkungan yang kondusif. Harus ada regulasi yang memberi kepastian dan jaminan perlindungan kepada para profesional, korporasi atau institusi yang ditugasi untuk melaksanakan perdagangan minyak tersebut. Suatu tugas yang dalam pelaksanaan mandat dalam lingkup kewenangan dan keahlian, serta tidak memberi keuntungan kepada dirinya sendiri, semata-mata berdasarkan pertimbangan bisnis terbaik (business judgment rules), apapun hasilnya, tidak boleh dipidana. Tidak boleh ada kriminalisasi atas pengambilan kebijakan dan pengeksekusinya berdasarkan post factum analysis.

Auditor dan aparat penegak hukum harus sepemahaman, bahwa negara yang direpresentasikan oleh pemerintah adalah subjek hukum yang sempurna. Dalam hal menjalankan kewenangan yang sah, pejabat dan petugas jawatan atau korporasi yang diberi mandat kewenangan tidak boleh dikriminalisasi. Itulah asas-asas umum pemerintahan yang baik. Itu juga doktrin business judgement rules yang universal.

Epilog

Saat ini harga minyak sedang rendah-rendahnya, pada kisaran US$ 30-an, sedangkan APBN 2020 telah menghitungnya pada asumsi US$ 63. Indonesia memerlukan minyak impor setiap hari untuk memenuhi kebutuhannya. Sementara Indonesia masih mempersiapkan Strategic Petroleum Reserves, model perdagangan berjangka di pasar future derivative adalah salah satu pilihan. Harga minyak yang murah dapat dibeli sekarang tanpa perlu memiliki fasilitas bunker, menyediakan dana besar untuk volume yang dikehendaki dan lain-lain.

Halaman:
Sampe L. Purba
Praktisi Energi Global. Managing Partner SP-Consultant

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.