Kerokan di Blok Rokan

Katadata
Penulis: Salis Aprilian
19/11/2020, 14.30 WIB

Di tahun 1980-an, Lapangan Minas sendiri pernah berproduksi hingga 1 juta barrel minyak per hari (bopd). Namun sekarang lapangan ini sudah tua, produksinya jauh di bawah 100 ribu bopd, meskipun sudah dibantu dengan injeksi air (water flooding). Demikian juga Lapangan Duri yang terkenal dengan Duri Steam-flood (DSF), produksinya juga sudah jauh menurun. Kedua lapangan andalan Blok Rokan ini kabarnya masih menyimpan cadangan minyak yang lumayan besar namun harus didorong dengan injeksi bahan kimia (surfaktan dan polimer) untuk dapat membersihkan sisa-sisa minyak yang ada di pori-pori batuan.

Dikarenakan kontrak wilayah kerja ini akan berakhir di Agustus 2021, dan pemerintah tidak lagi memperpanjangnya, maka sejak 2018 Chevron tidak lagi melakukan investasi usaha penaikan produksi yang signifikan.

Sejak lebih dari sepuluh tahun yang lalu, Chevron telah mencoba melakukan kajian dan penyeleksian (screening) beberapa metoda EOR yang cocok untuk beberapa lapangan di Blok Rokan. Termasuk untuk Lapangan Minas yang sudah diinjeksikan air. Mereka menguji dengan injeksi surfaktan untuk kondisi low resistivity, karena sejumlah lapangan memang sudah penuh dengan injeksi air yang menyebabkan kondisi seperti itu.

Inilah yang kemudian menjadi isu. Bahwa Chevron yang telah melakukan kajian EOR belasan tahun dengan harapan masih mendapatkan perpanjangan kontrak wilayah kerja Blok Rokan ini akhirnya pupus, setelah pemerintah memutuskan akan menyerahkannya kepada Pertamina.

Masa transisi yang diharapkan oleh operator baru pun belum berjalan mulus. Padahal masa transisi ini sangat penting untuk dapat menahan penurunan produksi. Misalnya, melakukan pemboran dan mengganti fasilitas produksi, pipa, tanki, dan infrastruktur lainnya yang sudah digunakan selama ini. Masa transisi ini juga diperlukan untuk serah-terima hasil kajian EOR yang merupakan andalan utama lapangan-lapangan tua di Blok Rokan.

Di tahun 2020 ini, Chevron Indonesia menargetkan produksi migas (target WP&B) dari Blok Rokan sebesar 161 ribu barel per hari (bph), atau turun sekitar 18% dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 190 bph.

Penurunan produksi itu akan terus terjadi. Inilah yang dikhawatirkan. Masa transisi yang dilakukan seharusnya bisa lebih awal dan direncanakan dengan lebih baik lagi, agar ketidaksempurnaan proses alih kelola yang terjadi di Blok Mahakam dan Sanga-sanga tidak terulang kembali.

Penurunan produksi Blok Rokan sudah pasti akan terjadi sesaat setelah diserah-terimakan. Apalagi dengan adanya isu bahwa Pertamina harus mengkaji ulang formula EOR yang akan diterapkan di beberapa lapangan di Blok Rokan. Jika itu terjadi, sudah dipastikan Pertamina akan “kerokan” di Blok Rokan karena kebijakan yang diambil sudah sempat “masuk angin”.

Halaman:
Salis Aprilian
Founder & CEO Digital Energy Asia - President Director & CEO PT Badak LNG 2015-2017

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.