Peran Strategis Pertamina dalam Mencapai Target Produksi Migas 2030

Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute dan Pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti
Penulis: Komaidi Notonegoro
13/12/2023, 09.59 WIB

Pemerintah menetapkan target produksi minyak bumi sebesar satu juta BOPD dan gas bumi 12 ribu MMSCFD yang akan dicapai pada 2030. Akan tetapi, tantangan untuk mencapai target tersebut semakin berat seiring terus turunnya produksi migas nasional. Sepanjang 2010 hingga 2022, produksi migas nasional turun rata - rata 3,28 % per tahun untuk minyak dan 3,36 % per tahun untuk gas.

Kinerja produksi migas pada 2023 juga masih di bawah target. SKK Migas memperkirakan produksi minyak bumi sampai akhir tahun ini 606,3 juta barel per hari atau 91,1 persen dari target APBN 2023. Sementara hasil gas bumi diperkirakan sekitar 5.400 standar kaki kubik per hari (MMSCFD), atau 87,7 persen dari target APBN 2023.

Selama lima tahun terakhir realisasi produksi migas lebih rendah dari target APBN. Rata-rata realisasi produksi minyak hanya sekitar 93,69 % dari target APBN dan rata-rata realisasi produksi gas bumi hanya 95,26%. Hal itu salah satunya karena produksi migas Indonesia bergantung terhadap lapangan-lapangan existing yang telah berada pada fase penurunan produksi alamiah.

Peran Penting Pertamina

Berdasarkan porsi kontribusinya, Pertamina tercatat memiliki peran penting dalam pencapaian produksi migas nasional selama beberapa tahun terakhir. Saat ini Pertamina berkontribusi sekitar 68 % terhadap produksi minyak nasional dan 34 % terhadap produksi gas nasional. Dengan porsi tersebut, Pertamina berperan penting dalam membantu pemerintah untuk mencapai target produksi migas nasional pada 2030.

Produksi minyak nasional pada 2023 dilaporkan menurun sekitar 0,16 % dari tahun sebelumnya. Realisasi produksi minyak tersebut menyusut dari 607,3 ribu barel per hari pada 2022 menjadi 606,3 ribu barel per hari pada tahun ini. Sementara, produksi minyak Pertamina pada periode yang sama justru meningkat sekitar 10 %, dari 586 ribu barel per hari pada 2022 menjadi 593 ribu barel per hari pada 2023.

Untuk gas bumi, produksi gas nasional pada 2023 diperkirakan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Total realisasi produksi gas nasional pada tahun ini diproyeksikan sekitar 5.400 MMSCFD, meningkat 1,05 % dari realisasi 2022 yang tercatat 5.344 MMSCFD. Pada periode yang sama produksi gas Pertamina meningkat sekitar 5 %, dari 2.624 MMSCFD pada 2022 menjadi 2.746 MMSCFD.

Kontribusi positif Pertamina tidak hanya pada peningkatan kinerja operasional, juga melalui peningkatan kinerja finansial. Di antaranya yaitu meningkatnya nilai investasi Pertamina di sektor hulu migas pada 2023 meningkat 25 % dari tahun sebelumnya.

Realisasi investasi Pertamina di sektor hulu migas ini setara US$ 4.009 juta, meningkat dari sebelumnya US$ 3,203 juta. Investasi Pertamina tersebut berkontribusi sekitar 41,3 % terhadap total investasi hulu migas nasional pada 2023 yang diproyeksi sebesar US$ 13,9 juta.

Mencermati perkembangan yang ada, tren positif kinerja Pertamina selama kurun 2022-2023, kemungkinan masih terus berlanjut pada 2024. Berdasarkan data work program and budget (WP&B) tahun 2024, Pertamina menargetkan produksi minyak 593 ribu barel per hari, atau meningkat 5 % dibandingkan realisasi 2023. Sementara untuk gas, Pertamina menargetkan peningkatan produksi pada 2024 sebesar 1 % dari 2.746 MMSCFD pada tahun 2023 menjadi 2.769 MMSCFD.

Keberhasilan Pertamina di dalam menahan laju penurunan produksi migas nasional menjadi momentum yang perlu dijaga oleh pemerintah. Pemberian insentif keekonomian diperlukan untuk menjaga tingkat keekonomian dari lapangan migas Pertamina yang sebagian besar merupakan mature field. Optimalisasi produksi pada lapangan migas existing menjadi salah satu upaya jangka pendek yang dapat dilakukan untuk menahan laju penurunan produksi migas nasional.

Sejalan dengan keberhasilan Pertamina tersebut, peningkatan aktivitas eksplorasi dan produksi pada lapangan – lapangan baru untuk menambah produksi migas nasional secara signifikan juga mendesak dilakukan. Pertamina yang saat ini mengoperasikan sebagian besar lapangan migas di Indonesia memiliki peran strategis di dalam melakukan optimalisasi untuk menjaga dan bahkan meningkatkan produksi migas nasional.

Fleksibilitas pengaturan di dalam komponen-komponen fiskal yang ada di dalam Kontrak Kerja Sama (KKS) merupakan langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keekonomian mature field.

Beberapa komponen fiskal tersebut di antaranya (1) fleksibilitas bagi kontraktor untuk dapat memilih bentuk kontrak yang lebih sesuai dengan kondisi wilayah kerjanya dan strategi portofolio investasinya (2) perubahan split bagi hasil (penambahan split bagi kontraktor), (3) First Tranche Petroleum (FTP) yang diturunkan, (4) pengembalian biaya operasi melalui depresiasi yang dipercepat, (5) perpanjangan periode domestic market obligation (DMO) holiday dengan mengacu pada harga Indonesian Crude Price (ICP) dan (5) penambahan investment credit.

Untuk peningkatan produksi migas yang lebih signifikan, pemberian insentif keekonomian juga perlu diberikan pada fase eksplorasi. Berdasarkan data, selama periode 2015 – 2023, porsi terbesar dari investasi hulu migas nasional adalah untuk produksi (69,64%) dan pengembangan (14,49). Sementara porsi investasi untuk kegiatan eksplorasi pada periode yang sama hanya berada pada kisaran 5,93%.

Pola investasi yang ada mencerminkan bahwa kegiatan usaha hulu migas saat ini lebih difokuskan untuk memelihara tingkat produksi yang ada. Misalnya, dengan pemeliharaan atas operasi yang ada. Lalu, pada skala terbatas, melalui upaya pengembangan.

Publikasi Indonesian Petroleum Association (2020) menyebutkan bahwa eksplorasi hulu migas di Indonesia menjadi salah satu yang paling berisiko. Tingkat pengembalian investasi dari lapangan migas (IRR, Internal Rate of Return) di Indonesia dilaporkan tergolong rendah yaitu di bawah rata – rata IRR global sebesar 10,4%.

Kegiatan eksplorasi migas di Indonesia juga dihadapkan dengan tingkat ketidakpastian hukum yang tinggi. Data SKK Migas (2023) memperlihatkan, Indonesia tercatat menempati peringkat 13 dari 14 negara berkaitan dengan sistem hukum. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh penyelesaian revisi Undang – Undang Migas yang terus tertunda.

Berdasarkan data dan fakta tersebut, sangat jelas bahwa Pertamina memiliki peran strategis dalam membantu pemerintah untuk merealisasikan target produksi migas yang akan dicapai pada 2030. Karena itu, sejumlah kendala yang dihadapi dalam kegiatan usaha hulu migas terutama oleh Pertamina, menjadi penting untuk diberikan perhatian.

Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.