Membangun industri asuransi yang sehat, efisien, dan berdampak merupakan keharusan untuk pembangunan ekonomi nasional yang stabil. Industri asuransi yang sehat sering dipandang sebagai syarat menuju negara yang makmur dan berdaya tahan.
Premi asuransi yang dikumpulkan menjadi sumber dana yang stabil bagi perkembangan pasar keuangan yang stabil. Dana premi juga mendorong pembiayaan dan investasi pada sektor-sektor yang memiliki perspektif keuntungan ekonomi jangka panjang asal dikelola dengan tata kelola dan manajemen risiko yang benar.
Di pengujung 2024 ini, cahaya harapan itu sudah tampak. Masa suram industri asuransi nasional sepertinya segera berakhir. Berdasarkan laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada akhir Oktober 2024, sektor perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun (PPDP) menunjukkan kinerja positif.
Jumlah pelaku di sektor PPDP mencapai 584 perusahaan dengan 26 perusahaan di antaranya syariah. Total asset sudah mencapai Rp 2.702 triliun dengan nilai investasi senilai lebih dari Rp 2.048 triliun.
Yang mengejutkan adalah jumlah rekening sudah mencapai dua kali jumlah penduduk yaitu 582 juta rekening. Aset industri asuransi di Oktober 2024 mencapai Rp 1.133 triliun atau naik dua persen secara tahunan (year on year/yoy) yang nilainya Rp 1.111 triliun.
Asuransi selama ini dipandang sebagai sektor yang kurang terurus mengingat kasus di sejumlah perusahaan asuransi yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Sekarang pengawasan asuransi berangsur-angsur mulai menunjukkan perbaikan. OJK telah melakukan tindakan tegas terhadap para “kriminal” di industri asuransi yang merugikan masyarakat dan industri. Berbagai peraturan baru juga diterapkan OJK untuk mencegah terulangnya kasus-kasus tersebut.
Di usia yang ke-13 tahun, OJK memahami sumber permasalahan yang melilit sektor asuransi di Indonesia sehingga langkah-langkah yang diambil makin tepat, tegas dan kredibel.
Dua Pilar untuk Industri Asuransi
Perlu menjadi perhatian, tidak ada negara yang perekonomiannya maju tanpa sektor asuransi yang sehat dan berkembang. Semua pihak harus bekerja sama untuk meningkatkan peran sektor asuransi terhadap perekonomian nasional. Target ini merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi menyongsong Indonesia Emas 2045.
Tentu saja kunci dalam membangun industri asuransi yang sehat dan bermanfaat adalah membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.
Nilai aset asuransi terhadap Produk Domestic Bruto (PDB) saat ini baru 5,32 presen. Rasio ini menunjukan pendalaman asuransi (insurance deepening) yang rendah. Sebagai komparasi, Singapura memiliki rasio 53 persen atau sepuluh kali lipat dari kita. Malaysia sudah mencapai rasio 45 persen. Thailand mencapai 24 persen. Artinya pada kawasan ASEAN kita masih paling rendah.
Dalam perspektif motivasi, sektor asuransi nasional memiliki kesempatan untuk berkembang pesat. Mengacu pada Malaysia yang karakter masyarakatnya serumpun, Indonesia memiliki potensi industri asuransi ke depan yang prospektif.
Untuk itu, OJK harus menerapkan kebijakan dua pilar. Yaitu, OJK harus terus-menerus, konsisten, dan simultan menjadi fasilitator penyelesaian masalah di industri asuransi yang belum terselesaikan. OJK harus terus menyehatkan perusahaan asuransi yang bermasalah. Walaupun masalah ini merupakan warisan rezim pengawasan sebelumnya, namun fakta saat ini asuransi menjadi wewenang OJK. Pilar kedua, OJK harus membangun fondasi bagi industri asuransi yang tepat demi terwujudnya industri asuransi yang sehat, efisien dan berintegritas di masa depan.
Kinerja pada pilar pertama, OJK berhasil menemukan formula penyelesaian yang tepat pada kasus Asuransi Jiwasraya. Penanganannya secara signifikan berhasil. Kemelut diatasi tanpa ada gejolak berarti. Asuransi Jiwasraya yang sempat menjadi zombie company karena ekuitasnya negatif dapat diselamatkan setelah proses restrukturisasi. Pemerintah sebagai pemegang saham melakukan program restrukturisasi dengan mendirikan perusahaan baru yang dikenal dengan PT Asuransi Jiwa IFG (IFG).
Bahkan proses restrukturisasi polis nasabah kabarnya sudah mencapai hampir 100%. Artinya dengan melihat tenangnya nasabah Jiwasraya saat ini menunjukkan proses penyelamatan dilakukan dengan baik. Apalagi setelah ada penyertaan modal negara (PMN) Rp 20 triliun pada 2021. Pemegang saham IFG terus melakukan PMN sejak saat itu. Berdasarkan laporan 2023, modal ekuitasnya sudah mencapai Rp 40,2 triliun.
Kasus Asuransi ASABRI juga sudah berjalan pada jalur yang tepat. Tentu saja masih ada beberapa perusahaan asuransi yang menunggu peran OJK seperti AJB Bumiputera. Namun demikian masalah ini tidak mudah karena sifat kepemilikan AJB Bumiputera yang sangat spesifik.
Suksesnya penyelesaian masalah ini sebaiknya tidak sekadar dilihat dari perspektif perlindungan konsumen namun juga dalam perspektif perlindungan terhadap industri asuransi itu sendiri.
Tantangan industri asuransi ke depan tidak mudah. Namun dengan perencanaan strategis yang komprehensif, kita tetap optimistis. Sektor asuransi menghadapi tantangan berat khususnya dalam mendorong berkembangnya pembiayaan hijau dalam rangka merespons risiko perubahan iklim. Perusahaan asuransi harus mewaspadai potensi kerugiannya.
Karena itu langkah OJK untuk membangun sistem dan peraturan yang baik untuk mengarahkan industri asuransi nasional patut dihargai dan didukung. Ini adalah kontribusi OJK dalam mempersiapkan industri asuransi menyongsong masa depan yang yang prospektif namun juga penuh tantangan.
Transformasi pengaturan dan pengawasan industri perasuransian terus dilakukan OJK. Sejumlah Peraturan Otoritas Jasa keuangan (POJK) telah banyak diterbitkan. POJK tersebut mencakup Kesehatan Keuangan Asuransi (POJK 5/2023), Kesehatan Keuangan Asuransi Syariah (POJK 6/2023), Tata Kelola dan Kelembagaan Asuransi Usaha Bersama (POJK 7/2023), spin off asuransi (POJK 11/2023), Perizinan Asuransi (POJK 23/2023), Perizinan Pialang Asuransi (POJK 24/2023) serta Asuransi Kredit dan Suretyship (POJK 20/2023). Bahkan demi memperkuat peraturan yang sudah ada, OJK akan menerbitkan POJK lebih banyak untuk sektor asuransi.
Untuk tertib administrasi perusahaan asuransi, OJK menerbitkan surat edaran di antaranya SEOJK.05/2023 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi Pihak Utama Perusahaan Perasuransian, Lembaga Penjamin, dan Dana Pensiun, dan SEOJK.05/2023 tentang Perubahan Atas SEOJK.05/2020 tentang Bentuk dan Susunan Laporan Berkala Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi. Ini adalah upaya OJK agar perusahaan asuransi berkinerja baik, amanah, dan bermanfaat demi tercapainya visi industri asuransi yang sehat, efisien dan berintegritas, memperkuat perlindungan konsumen dan masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.