Restrukturisasi Merpati Masuk Babak Baru

ILYA AKINSHIN/123rf
5/11/2019, 09.35 WIB

Upaya restrukturisasi PT Merpati Nusantara Airlines memasuki babak baru. Sederet Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjalin kerja sama dengan maskapai tersebut agar bisa memutar kembali roda bisnis yang lima tahun mati suri.

Seiring perkembangan ini, kelanjutan rencana masuknya investor baru belum terang. Sebelumnya, Merpati mendapatkan komitmen suntikan modal dari Kim Johanes Mulia, melalui perusahaannya PT Intra Asia Corpora (IAC).

Merpati dan Intra Asia Corpora menandatangani Perjanjian Transaksi Penyertaan Modal Bersyarat pada 29 Agustus 2018. Dalam perjanjian ini, Intra Asia Corpora akan menyetor modal Rp 6,4 triliun dalam dua tahun agar Merpati dapat terbang kembali.

(Baca: Merpati Yang Hidup Lagi Setelah 5 Tahun Mati Suri)

Direktur Utama Merpati Airlines Asep Ekanugraha mengatakan harus ada persetujuan privatisasi dari pemerintah sebelum investor masuk. "Sekarang belum ada, kami masih menunggu," ujarnya saat ditemui di Kementerian BUMN, Senin (4/11). Adapun sejauh ini, Asep mengatakan, belum ada investor baru lainnya yang berminat masuk.

Merpati mengudara sejak 1962 dan berhenti beroperasi setengah abad kemudian, tepatnya mulai 1 Februari 2014. Maskapai yang sempat terkenal dengan penerbangan perintis di Indonesia ini tak mampu membiayai operasionalnya dan harus membayar utang yang menumpuk.

Berdasarkan data PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero), nilai aset Merpati hanya Rp 1,21 triliun, sedangkan kewajiban utangnya Rp 10,72 triliun dan ekuitasnya minus Rp 9,51 triliun.

(Baca: Menanti Pesawat Merpati Terbang Lagi)

Infografik Merpati (Katadata)

Dalam kesempatan lain, Asep mengatakan utang perusahaannya sudah berkurang sekitar Rp 4 triliun, atas putusan dari Majelis Hakim Pengadilan Niaga Surabaya yang mengabulkan proposal perdamaian yang diajukan PT Merpati Nusantara Airlines kepada kreditornya. “Posisi utang kami (saat ini) sekitar Rp 6 triliun,” kata dia, beberapa waktu lalu.

Saat ini, Merpati tengah bersiap untuk menjalankan kembali bisnisnya. Merpati menjalin kerja sama bisnis dengan 10 BUMN, yakni Garuda Indonesia, Semen Indonesia, Pertamina, Perum Bulog, Perusahaan Perdagangan Indonesia, PLN, serta anggota Himpunan Bank-Bank Negara yaitu BTN, Bank Mandiri, BNI, dan BRI.

Dengan Garuda, Merpati bekerja sama dalam bidang Pelayanan Kargo Udara, Ground Handling, Maintenance Repair & Overhaul (MRO) dan Training Center. Kerja sama operasi antara Garuda dan Merpati berdurasi 38 tahun dengan fokus wilayah Papua. 

Adapun Layanan kargo akan dilakukan dengan menggunakan pesawat milik Garuda. Rencananya, layanan ini akan resmi dijalankan pada 10 November 2019, dengan menggunakan satu pesawat Garuda, dengan kota tujuan Jayapura ke Wamena, Papua.

Kim Johanes Mulia

Kim dan perusahaannya bukan pemain baru di industri penerbangan. Dia sempat menyelamatkan maskapai penerbangan full service Kartika Airlines yang berhenti beroperasi pada 2004. Dengan mengakuisisi 80% saham perusahaan tersebut dari Truba, Kim mampu membuat Kartika Airlines kembali beroperasi pada 2005.

Namun, baru beroperasi tiga tahun, Kementerian Perhubungan melarang pesawat Kartika Airlines terbang pada 2008. Alasannya, jumlah pesawat yang dimiliki maskapai ini sedikit, masih di bawah batas yang ditentukan pemerintah.

Saat itu, Kartika Airlines berjanji untuk menambah armada dengan memborong 30 pesawat Sukhoi pada 2010. Namun, rencana tersebut batal, karena Kartika Airlines gagal memenuhi syarat finansial. Akhirnya, pemerintah pun mencabut izin operasi Kartika Airlines pada 2011.

Kartika Airlines (kartika-airlines.com)

Adapun pengalaman bisnis Kim tak luput dari kontroversi. Pria kelahiran Serbalawan Medan ini pernah tersangkut perkara hak tagih atau cessie Bank Bali senilai Rp 5 triliun. Dia dituding telah membuat surat fiktif eks Dirut Bank Bali Rudy Ramli yang berisi bantahan dari Rudy soal keterlibatan orang dekat B.J. Habibie dalam kasus tersebut. Menurut Rudy, Kim terlibat dalam pembuatan surat tersebut dengan imbalan Rp 5 miliar dari dana hak tagih.

Kim juga pernah berurusan dengan polisi dan sempat ditahan di Polda Metro Jaya pada 1997, karena diduga terlibat penerbitan surat utang fiktif senilai Rp 1,02 triliun di Bank Artha Prima. Saat itu dia diseret ke meja hijau dan hakim memberikan vonis bebas murni untuknya.

(Baca: Kementerian BUMN Pelajari Perjanjian Damai Merpati dengan Kreditur)

Reporter: Safrezi Fitra