Pemerintah resmi mengeluarkan aturan insentif pajak kepada pelaku usaha yang berpartisipasi dalam pengembangan vokasi dan riset lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019. Tidak tanggung-tanggung, potongan pajak yang diberikan dapat mencapai 300% dari jumlah biaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan perusahaan sebagai wajib pajak.
Aturan itu terbit dalam rangka mendorong investasi pada industri padat karya, mendukung program penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja Indonesia, serta mendorong keterlibatan dunia usaha dan dunia industri dalam penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas.
Meski Menteri Keuangan Sri Mulyani baru akan mengeluarkan aturan turunan dalam waktu dekat, kebijakan ini disambut baik kalangan industri. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan, insentif ini akan menarik investor masuk, terutama untuk industri electronic vehicle (EV) alias kendaraan listrik.
Industri manufaktur bernilai tinggi jelas membutuhkan banyak tenaga kerja ahli meski tidak murah. Dengan adanya insentif tersebut, industri manufaktur yang memberikan pendidikan vokasi dan riset bisa menikmati fasilitas pengurangan pajak. "Saya yakin kebijakan ini bisa membantu ekspor, sumber daya manusia, dan kemampuan penelitian," ujar Shinta, beberapa hari lalu.
Jika dibedah, PP tersebut mengatur bahwa wajib pajak yang melakukan penanaman modal baru merupakan industri pionir yang tidak mendapatkan fasilitas. Wajib pajak tersebut bisa mendapatkan insentif seperti yang ada di pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan, yakni dapat diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Industri pionir yang dimaksud adalah industri yang memiliki keterkaitan luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi.
Dalam pasal 29A PP ini disebutkan, wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan penanaman modal baru atau perluasan usaha pada industri padat karya dan belum mendapat fasilitas pajak bisa diberikan fasilitas pajak penghasilan. Insentifnya berupa pengurangan penghasilan bersih sebesar 60% dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud. Insentif itu termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha utama, yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.
Sementara pasal 29B PP ini menyebutkan, wajib pajak badan dalam negeri yang menyelenggarakan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto. Besarannya paling tinggi 200% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dalam rangka kegiatan pembinaan itu.
Adapun wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia juga mendapatkan insentif. Yakni, berupa pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.
(Baca: Jokowi Teken PP Insentif Super Pajak, Potongannya Sampai 300%)
Mendorong Investasi di Sektor Padat Karya
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai insentif ini akan menggalakkan investasi sektor padat karya. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perindustrian Johnny Darmawan mengatakan, kebijakan ini akan membantu penyerapan tenaga kerja. "Jadi banyak perusahaan padat karya akan datang ke Indonesia," ujarnya.
Kebijakan ini cocok bagi Indonesia yang mayoritas tenaga kerjanya didominasi lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Langkah ini juga disebutnya penting guna mengimbangi produktivitas negara tetangga semodel Vietnam. "Jadi tidak ada kata terlambat, buat kami di Kadin jadi satu kenyamanan," katanya.
Hal ini sesuai dengan keinginan pemerintah dalam membenahi Sumber Daya Manusia (SDM) serta industri padat karya. Sri Mulyani mengatakan, aturan ini akan membuat kegiatan vokasi mendapatkan dampak terhadap kegiatan usaha yang sebenarnya. "Sementara untuk arah research and development (R&D) kami harap bisa meningkat kualitas dan kompetitif di pasar global," kata Sri Mulyani.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie Sugiarto mengatakan kebijakan insentif pajak ini akan membuat merek-merek otomotif tertarik membuat fasilitas research and development (R&D) di Indonesia. Apalagi, penjualan beberapa merek cukup tinggi sehingga secara keekonomian fasilitas ini bisa dibangun. "Sekarang sudah ada yang punya R&D, kalau tidak salah Daihatsu," kata Jongkie kepada Katadata.co.id, Kamis (11/7).
(Baca: Aturan Pajak Super, Menperin Harap Industri Lahirkan Ahli Digital Baru)
Bukan Kebijakan Jangka Pendek
Meski serapan tenaga kerja akan meningkat, INDEF memprediksi kebijakan teranyar ini baru terasa pada dua hingga lima tahun mendatang. Oleh karena itu, pemerintah dinilai perlu mengeluarkan kebijakan yang akan berdampak dalam jangka pendek. "Ini bukan untuk jangka pendek, bukan quick win," kata Peneliti INDEF Bhima Yudhistira kepada Katadata.co.id.
Bhima menjelaskan beberapa langkah jangka pendek yang dapat dilakukan antara lain diskon tarif listrik pada waktu tertentu untuk industri padat karya. Selain itu, Online Single Submission (OSS) alias perizinan daring terintegrasi yang masih tumpang tindih di daerah juga perlu diselesaikan.
Investor juga menunggu kejelasan siapa saja yang akan mengisi posisi menteri kabinet Jokowi berikutnya. "Itu yang lebih ditunggu ketimbang insentif fiskal," kata dia.
Bhima juga mempertanyakan pengawasan implementasi aturan ini. Ia khawatir potongan pajak malah dijadikan sarana manipulasi penghindaran pajak oleh perusahaan berskala besar. "Insentif diberi, tahun depan malah merugi dan sengaja dilakukan agar tidak bayar pajak," kata dia.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengamini pernyataan Bhima. Ia mengatakan insentif fiskal terbaru ini merupakan kebijakan jangka menengah yang baru berdampak positif bukan dalam jangka pendek. Selain diskon tarif listrik, Ade menyarankan pemerintah melindungi industri tekstil domestik dari serbuan impor dengan penerapan safeguard sebagai insentif jangka pendek. "Asosiasi akan ajukan ini Agustus, karena langsung dirasakan industri," kata Ade lewat sambungan telepon.
Ade maupun Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia Sanny Iskandar mengatakan, investor masih menunggu aturan teknis berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan dikeluarkan dalam waktu dekat. Aturan tersebut akan menjadi pegangan investor untuk masuk ke kawasan industri. "Mereka akan mempelajari kriteria dan syaratnya dulu," kata Sanny, melalui pesan pendek kepada Katadata.co.id.
Sementara itu, Johnny meminta semua pihak menunggu aturan teknis yang akan dikeluarkan kementerian terkait. Hal ini guna menepis anggapan fasilitas pajak terbaru dijadikan sarana manipulasi pajak hingga anggapan efektif dalam jangka menengah saja. "Yang penting PP sudah ditandatangani (Presiden), itu angin segar," kata dia.
(Baca: Insentif Super Pajak Dapat Mendorong Investor Teknologi Dunia Masuk RI)