Maju Mundur di Balik Keputusan Menunda Pungutan Dana Energi

BBM KATADATA | Arief Kamaludin
KATADATA | Arief Kamaludin
Penulis: Arnold Sirait
5/1/2016, 15.40 WIB

Setelah rapat tersebut, pemerintah menindaklanjuti dengan menyiapkan regulasi untuk pembentukan DKE. Pada  November lalu, Kementerian ESDM pun memulai inisiatif penyusunan regulasi, yang hingga kini masih terus disempurnakan.

Berdasarkan catatan Katadata, Menteri ESDM memang pernah memaparkan rencana DKE kepada para wartawan di Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Jakarta, 7 September 2015. Dalam paparan itu, sumber DKE berasal dari premi pengurasan energi fosil, APBN, selisih harga BBM dan perbankan. Dana ini nantinya digunakan untuk pengembangan eneri terbarukan, eksplorasi minyak dan gas bumi serta panas bumi, infrastruktur energi termasuk peningkatan cadangan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan pengembangan Sumber Daya Mineral (SDM) dan riset.

Dasar hukum yang dipakai untuk pembentukan dana ketahanan energi adalah Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) Pasal 22 dan 27. Selain itu, pemerintah menggunakan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Energi pasal 5, 20, 21, 22, 25 dan 30.

(Baca : Pemerintah Akan Bentuk BLU Pengelola Dana Ketahanan Energi)

Menurut Sudirman, kedua payung hukum tersebut   mengamanatkan pembentukan Strategic Petroleum Reserves (SPR) atau cadangan minyak strategis. SPR ini adalah suatu cadangan simpanan minyak mentah dan BBM yang hanya digunakan dalam kondisi darurat. “Sampai saat ini Indonesia belum memiliki cadangan tersebut,” katanya. Padahal, negara lain seperti Myanmar memiliki cadangan minyak strategis selama 4 bulan, Vietnam (47 hari), Thailand (80 hari), Jepang (6 bulan), dan Amerika Serikat (7 bulan).

Sudirman Said (Arief Kamaludin|KATADATA)

UU Energi dan Kebijakan Energi Nasional juga memberi mandat agar pada 2025 mendatang bauran energi baru dan energi terbarukan (EBT) di negara ini sudah mencapai 23  persen. “Sementara saat ini bauran EBT kita baru mencapai 7 persen.”

 (Baca : Memicu Kegaduhan, Pemerintah Tunda Pungutan Dana Energi)

Di samping itu, pemerintah wajib mempercepat pembangunan akses energi bagi 2.519 desa yang letaknya amat sulit, masih belum terjangkau listrik, yang hanya bisa dipasok energi berbasis energi baru dan terbarukan. Begitupun 12.659 desa di Indonesia hanya bisa ditingkatkan akses energinya dengan pemanfaatan EBT.

Untuk itulah, Sudirman mengklaim, diperlukan dana energi. Ia mencontohkan, di negara yang kaya minyak sekalipun seperti Norwegia telah lama membentuk dana semacam ini. Norwegia memiliki DKE senilai US$ 17 miliar, ditambah Petroleum Fund US$ 836 miliar. Adapun Inggris dan Australia memiliki masing-masing US$ 1,5 miliar dan US$ 1,8 miliar. Bahkan, di Timor Timur yang belum lama membangun sektor energinya, telah menghimpun Petroleum Fund hingga US$ 17 miliar.

Meski begitu, Sudirman menyadari ketika pemungutan DKE diumumkan bersamaan dengan proses peninjauan harga BBM secara berkala saban tiga bulan yang jatuh pada awal Januari ini, banyak pihak yang bereaksi. Mulai dari anggota DPR, pengamat energi dan perminyakan, aktivis organisasi sosial kemasyarakatan, dan akademisi mengutarakan saran, kritik, masukan, dan rekomendasinya.

Kondisi inilah yang bermuara pada keputusan pemerintah menunda kebijakan pungutan dana energi tersebut. Dengan begitu, bakal memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk terus menyempurnakan kebijakan itu.  “Saya menyimak seluruh masukan-masukan kritis, dan mendapat kesan bahwa hampir seluruh pihak mendukung gagasan pembentukan DKE, dengan syarat landasan hukum dan mekanisme pengelolaannya diperkuat,” kata Sudirman dalam pesan berantainya kepada para wartawan, Selasa pagi (5/1).

Halaman:
Reporter: Arnold Sirait, Anggita Rezki Amelia