Dengan helikopter Super Puma TNI AU, Presiden Joko Widodo terbang menuju Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, pada Kamis (9/7). Kedatangannya dari Bandar Udara Tjilik Riwut itu untuk meninjau lokasi lumbung pangan alias food estate terintegrasi di Desa Bentuk Jaya, Kecamatan Dadahup.
Turut serta mendampinginya adalah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran.
Pemerintah berencana membuat lumbung pangan di lahan seluas 20.702 hektare di sana. Dari jumlah itu, lahan yang telah tergarap mencapai 5.840 hektare. Nantinya, tak hanya pertanian saja yang akan digarap, tapi terintegrasi dengan perkebunan dan peternakan.
Setelah dari kabupaten itu, Presiden melanjutkan perjalanan menuju Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau. Terdapat sekitar 10 ribu hektare lahan potensial yang nantinya akan dikembangkan pula menjadi lumbung pangan.
(Baca: Jokowi Bakal Bentuk Badan Pengembangan Lumbung Pangan Nasional )
Presiden mengatakan untuk tahun ini akan diselesaikan total lahan seluas 30 ribu hektare food estate. Angkanya meningkat menjadi 148 ribu hektare hingga dua tahun ke depan di dua kabupaten itu. Proyek itu telah ditetapkan sebagai salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024.
Jokowi berpendapat Indonesia memerlukan lumbung pangan baru sebagai cadangan logistik untuk mengantisipasi krisis pangan. “Saya kira kita tahu semuanya, FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) mengeluarkan peringatan krisis pangan akan melanda dunia karena pandemi Covid-19, juga musim yang tidak bisa diatur dan diprediksi,” katanya.
FAO mengeluarkan peringatan pada Maret lalu tentang ancaman pangan tersebut. Prediksi organisasi di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu, krisis pangan akan mulai terasa pada pertengahan tahun ini.
(Baca: Mengenal Program Food Estate Pemerintah dan Kritiknya)
Dalam situs resminya, FAO berpendapat penutupan perbatasan dan karantina (lockdown) untuk mencegah penyebaran virus corona telah mengganggu rantai pasokan pangan. Akses ke sumber makanan, terutama untuk negara yang bergantung terhadap impor, menjadi terbatas.
Sejak peringatan itu keluar, Jokowi berkali-kali mengingatkan bahaya defisit pangan di Indonesia. Pada rapat terbatas di Istana Negara pada April lalu, ia menyebut stok bawang putih diprediksi defisit di 31 provinsi. Gula pasir sulit didapat di 30 provinsi. Hanya stok minyak goreng yang melimpah, seperti terlihat pada grafik Databoks di bawah ini.
Namun, Kementerian Pertanian tahun ini optimistis kebutuhan pangan tercukupi dan tidak mengalami defisit. Badan Pusat Statistik pun memproyeksi beberapa bahan pangan mengalami surplus sampai akhir tahun. Beberapa di antaranya adalah beras, minyak goreng, gula pasir, dan jagung.
Lumbung Pangan di Tangan Kementerian Pertahanan
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan pengembangan lahan rawa di Kalimantan merupakan terobosan untuk mengamankan pasokan beras domestik. Harapannya, Indonesia dapat memenuhi kebutuhan beras dalam negeri secara mandiri.
Proyek food estate tersebut berada di kawasan aluvial (tanah endapan) pada lahan eks gambut dan memiliki potensi 165 ribu hektare. Seluas 85.500 hektare dari jumlah itu merupakan lahan fungsional yang sudah digunakan untuk berproduksi setiap tahun.
Sementara, 79.500 hektare sisanya berupa semak belukar sehingga perlu dilakukan pembersihan lahan atau land clearing, tanpa perlu cetak sawah dan peningkatan irigasi. "Targetnya proyek lumbung pangan ini dapat ditanami pada musim kedua, yakni mulai Oktober 2020 sampai Maret 2021," ucap Syahrul.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyebut ada tiga hal yang menjadi tantangan pengembangan lahan food estate tersebut. Pertama, soal irigasi karena airnya tidak mengalir. Lalu, genangan yang timbul membuat pupuk menjadi tidak efektif. Terakhir, sering terjadi banjir di area rawa.
(Baca: Menteri PUPR Tepis Kabar Program Cetak Sawah di Atas Lahan Gambut)
Dari lahan fungsional seluas 85.500 hektare, sekitar 28.000 hektare memiliki kondisi irigasi yang baik, sedangkan 57.200 hektare lahan lainnya diperlukan rehabilitasi jaringan irigasi. Karena itu, Kementerian PUPR melakukan rehabilitasi dengan perkiraan kebutuhan anggaran sebesar Rp1,9 triliun untuk 2020 sampai 2022.
Setelah manajemen irigasi selesai, Kementerian Pertanian akan menyiapkan budidaya tanaman. Beras atau padi menjadi komoditas utama yang akan ditanam terlebih dahulu. Untuk meningkatkan produktivitas, Kementerian telah mengembangkan padi inbrida varietas unggul baru Inpari-42 dan Hibrida Supadi yang cocok untuk ditanam di lahan rawa.
Produksi di Kabupaten Pulang Pisau diperkirakan dapat mencapai lima ton gabah per hektare. Biaya yang untuk pemanfaatan lahan rawa menjadi area sawah produktif mencapai Rp5,44 juta per hektare. Jadi, total kebutuhan anggaran untuk rencana tersebut sebesar Rp2,55 triliun.
(Baca: Demi Ibu Kota Baru, Pemerintah Siapkan Food Estate di Kalteng)
Selain dua kementerian tersebut, Kementerian Pertahanan turut andil dalam proyek ini dengan mempersiapkan tenaga kerja terampil (skilled labour). Bahkan Jokowi menunjuk Kementerian tersebut sebagai leading sector-nya.
“Karena ini menyangkut cadangan strategis pangan kita, leading sector-nya akan kami berikan ke Pak Menhan (Prabowo Subianto) yang tentu saja didukung Pak Menteri Pertanian, dan Pak Menteri PUPR,” ucap Jokowi.
(Baca: Kementan Siapkan Strategi Ketahanan Pangan Saat Normal Baru)
Juru Bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan lumbung pangan merupakan upaya pemerintah untuk menghadapi ancaman nirmiliter di masa yang akan datang. Berdasarkan survei yang dilakukan The Economist pada 2017, negara-negara yang mempunyai ketahanan pangan stabil justru sekarang berasal dari kawasan Eropa dan Amerika Utara.
Kedua kawasan itu justru mulai memperlambat industrialisasi dan meningkatkan sektor ekonomi hijau. Hasilnya, sektor pertanian diberi stimulus fiskal dengan limpahan subsidi. Eropa dan Amerika Utara diprediksi memiliki ketahanan pangan yang kuat pada satu dekade ke depan. Sedangkan Asia dan Afrika, yang mendorong pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi, justru meninggalkan sektor pertanian.
Selanjutnya: Ambisi Ketahanan Pangan Sejak Orde Baru