- Ada dua sektor yang Astra nilai prospektif saat ini, yaitu kesehatan dan e-commerce.
- Astra juga bersiap bersaing di bisnis dompet elektonik, melalui AstraPay.
- Ekspansi bisnis yang Astra lakukan dinilai dapat menutup risiko perusahaan.
PT Astra Internationall Tbk berencana menambah portofolio investasinya di perusahaan rintisan atau startup. Langkah ini sejalan dengan keinginannya untuk lebih agresif melebarkan peluang bisnis anorganik.
Presiden Direktur Astra International Djony Bunarto Tjondro mengatakan tidak ada target spesifik startup yang ada dalam bidikannya.“Kalau ada (peluang), kami berminat investasi lebih banyak,” katanya dalam konferensi pers, Kamis (22/4).
Ada dua sektor yang, menurut dia, menarik dan berpotensi tumbuh positif saat ini. Yang pertama adalah sektor kesehatan karena adanya pandemi Covid-19. Kedua adalah e-commerce.
Djonny tidak dapat menyampaikan anggaran untuk perluasan usaha konglomerasi tersebut. Besarannya akan menyesuaikan situasi, kondisi, serta melalui kajian tim khusus Astra.
Yang teranyar, grup yang dikendalikan oleh perusahaan berbasis Hong Kong, Jardine Matheson, itu baru saja menyuntikkan dana segar sebesar US$ 40 juta untuk dua startup asal Indonesia. Sayurbox mendapat investasi sebesar US$ 5 juta atau sekitar Rp 72 miliar. Halodoc meraih US$ 35 juta atau Rp 508 miliar.
Aksi korporasi itu terjadi pada bulan lalu. "Kami melihat dua startup itu memiliki satu misi, visi, dan komitmen yang baik untuk memanfaatkan teknologi," kata Djony
Sebagai informasi, Sayurbox sepanjang triwulan pertama lalu mengalami lonjakan permintaan sebesar 30% secara tahunan (year on year/yoy). Per tahun lalu, perusahaan menggaet seribu petani di beberapa daerah, termasuk Surabaya dan Bali.
Perusahaan e-commerce grocery farm-to-table itu memperkirakan permintaan produk segarnya bakal naik selama Ramadan. “Kami memanfaatkan cloud dan menerapkan program tanam untuk mengetahui apa yang sedang pasar butuhkan," ujar Communications Manager Sayurbox Bintang Angkasa pada akhir bulan lalu.
Sedangkan Halodoc menyediakan layanan kesehatan berbasis digital. Jumlah penggunanya meningkat 25 kali lipat dalam tiga tahun terakhir. Pengguna aktif bulanannya mencapai 20 juta pengguna saat ini.
Untuk transaksinya, Halodoc mencatat lonjakan 16 kali lipat. Peningkatannya didukung ekosistem lebih dari 20 ribu mitra dokter berlisensi, 2 ribu rumah sakit, klinik, dan laboratorium, serta 4 ribu apotek.
Perusahaan telah meraih pendanaan seri C dari Temasek, Telkomsel Mitra Inovasi, Novo Holdings, Acrew Diversify Capital Fund, serta Bangkok Bank sebesar US$ 80 juta.
Beberapa investor terdahulu yang turut berpartisipasi dalam seri tersebut yakni UOB Venture Management, Singtel Innov8, Blibli Group, Allianz X, Openspace Ventures, dan lainnya.
CEO Halodoc Jonathan Sudharta mengatakan, dana segar itu akan digunakan untuk memperluas penetrasi dan meningkatkan pengalaman pengguna. “Bagi kami, inovasi bukan hanya sekadar meluncurkan aplikasi canggih,” katanya.
Ekspansi Bisnis lewat AstraPay
Selain berekspansi anorganik, Astra juga siap bersaing menjalankan bisnis uang digital dan dompet elektronik. Aplikasinya bernama AstraPay dan akan beradu dengan GoPay, OVO, DANA, ShopeePay, dan LinkAja.
Perusahaan tertarik masuk dalam kompetisi uang elektronik untuk memperluas layanan pelanggannya. Kehadiran AstraPay sebagai upaya diferensiasi bisnis antara ekosistem dan produk jasa keuangan perusahaan.
Aplikasi dompet digital tersebut dibuat oleh anak usaha Astra, PT Astra Digital Astra. “Dengan AstraPay, perusahaan memperoleh keuntungan yang optimal sehingga konsumen dan karyawan grup merasakan manfaatnya,” kata Direktur Astra Suparno Djasmin siang tadi.
Selain sinergi dengan sesama Grup Astra, AstraPay juga memberikan pelayanan kepada konsumen melalui kerja sama dengan mitra lain. Contohnya, untuk membayar tagihan listrik, air, BPJS, Telkom, TV kabel, pajak, cicilan FIF Group, Astra Credit Company, Mucash, dan Toyota Astra Financial.
Bisnis keuangan Astra telah menyumbang laba bersih sebesar Rp 985 miliar pada kuartal pertama tahun ini. Angkanya turun sekitar 30% dari periode yang sama 2020.
Ada dua kondisi yang menyebabkan penurunan tersebut. Pertama, peningkatan provisi guna menutupi kredit bermasalah yang meningkat pada periode tersebut. Kedua, penurunan portofolio pembiayaan pada bisnis pembiayaan konsumen.
Pada kuartal lalu, nilai pembiayaan baru pada bisnis konsumen Astra turun 18% menjadi Rp 19,3 triliun. Kontribusi laba bersih Astra yang fokus pada pembiayaan mobil menurun 34% menjadi Rp 249 miliar.
Kontribus laba bersih dari PT Federal International Finance (FIF) yang fokus pada pembiayaan sepeda motor menurun 39% menjadi Rp 410 miliar.
Total pembiayaan baru yang disalurkan oleh unit usaha Astra yang fokus pada pembiayaan alat berat turun sebesar 1% menjadi Rp 1,4 triliun. Kontribusi laba bersih dari divisi ini membaik dari rugi bersih sebesar Rp3 miliar menjadi laba bersih sebesar Rp 13 miliar.
Prospek Saham Astra
Bisnis Astra membentang dari otomotif, jasa keuangan, alat berat, pertambangan, agribisnis, infrastruktur dan logistik, informasi teknologi, sampai properti.
Kinerja seluruh usahanya saat ini masih tertekan. Pandemi Covid-19 sangat memukul bisnis otomotifnya. Angkanya sedikit membaik sejak Maret lalu ketika pemerintah memberikan relaksasi pajak.
Penjualan mobil yang merosot sepanjang 2020 berdampak buruk terhadap kinerja keuangan Astra. Perolehan laba bersihnya menurun hingga 25,54% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp 16,16 triliun.
Sebenarnya, laba bersih Astra tahun lalu anjlok 52,63% menjadi Rp 10,28 triliun. Kondisi keuangannya tertolong penjualan saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) dengan keuntungan Rp 5,88 triliun.
Pada kuartal pertama 2021, Astra mencatat pendapatan bersih terkonsolidasinya turun 4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 51,7 triliun. Untuk laba bersihnya berkurang 22% menjadi Rp 3,7 triliun.
Senior Vice President Research Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial memprediksi kinerja Astra akan membaik pada kuartal kedua tahun ini. Hal ini seiring dengan pemulihan ekonomi dan meratanya distribusi vaksin Covid-19.
“Prospek saham ASII (kode efek Astra International) tidak perlu khawatir karena grup ini usaha konglomerat,” ujar Janson. “Lini bisnisnya sangat terdiversifikasi.” Apabila salah satu bisnis mengalami penurunan kinerja, bisnis lainnya akan memitigasi.
Untuk investasi ke startup, Kepala Riset Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi mengatakan, pengembangan bisnis yang agresif Astra merupakan upaya untuk menopang kinerja 2021. “Investasi ke banyak lini bisnis memang salah satu strategi yang bagus,” katanya.
Rekomendasinya adalah buy on weakness untuk saham ASII. Target harganya di kisaran Rp 5.300 sampai Rp 6.100 per lembar.
Astra sebelumnya juga berpartisipasi pada pendanaan Gojek sebanyak dua kali. Yang pertama pada 2018 senilai US$ 150 juta. Setahun kemudian investasinya bertambah US$ 100 juta. Keduanya lalu membuat perusahaan aptungan di bidang transportasi persewaan.
Dengan berinvestasi ke Sayurbox dan Halodoc, menurut Lanjar, Astra dapat membuat satu ekosistem dengan memakai pembayaran AstraPay. Model bisnis menggurita ini dapat menutup risiko perusahaan.
Penyumbang bahan: Muhammad Fikri (magang)